Nama gue Tyo, umur gue 27 tahun. Ini adalah dosa tersange yang pernah gue lakuin.
Kamu Adalah Apa Yang Kamu Jalani. Pernah, kalian membaca tulisan atau quote macam itu? Pasti pernah, meski dengan format kata yang berbeda.
Begitu pun gue. Hari-hari gue gak jauh dari dunia esek-esek:
Pagi, gue sarapan 3gp igo only sebelum berangkat ke kamar mandi dan bersiap menghadapi hari.
Siang, setelah makan siang, gue menyantap video made in jepun, kali ini dengan format yang lebih bagus, HD. Video jenis ini mungkin yang sedikit mempengaruhi gue untuk menggagahi Tina.
Kemudian, Malemnya. Gue mengkonsumsi foto dan video real kiriman teman chat wanita gue di bbm, line, atau whatsapp.
Biasanya, baru pada akhir pekan gue melakukan real seks dengan perempuan-perempuan yang entah dari mana saja, selalu tersedia. Selalu ada saja jalan untuk bisa berzina tiap weekend.
Meski kecanduan seks, gue ini bukan penggemar wanita panggilan. Bukan karena gak punya dana, tapi menurut gue, kalo bayar itu, gak ada gregetnya–udah maddog banget, belum?
Beberapa teman akan mencibir :
“aah elu ngerusak orang…”
“ngebohongin anak orang, lu…”
“kalo bayar kan sama-sama gak ada yang dirugiin. istilah manajemen, win-win solution” dan lain-lain.
Persetan dengan cibiran teman-teman. Siapa bilang gue ngerusak orang? Siapa bilang gue bohongin anak orang? dan, siapa bilang saat ekse wanita, gue gak memenuhi unsur win-win solution? Siapa bilang?
Coba kalian tanya wanita-wanita yang pernah bersetubuh sama gue. mereka gak akan cuma bilang dapet win-win solution. mereka akan bilang, “Tyo menjadikan kami seorang Winner!”
Toh saat meniduri perempuan, gue pun mengeluarkan dana untuk modal ini-itu. Bayarin nonton, hotel, atau mungkin beliin barang untuk pancingan, dan biaya lain-lain.
Selain bekerja secara reguler pada hari senin-jumat disebuah perusahaan keuangan, gue juga menjalani side-job sebagai supir pribadi setiap hari sabtu dan minggu. Kliennya berbeda-beda setiap minggunya. Gue gak punya majikan khusus untuk pekerjaan satu ini. Hingga akhirnya gue mendapat klien seorang pegawai negeri sipil, Ibu Lastri 55 tahun, selajutnya disebut IL.
Selama tiga bulan, gue mengantar dan menemani majikan gue, IL, aerobik, disalah satu area olahraga terluas dikota tempat gue tinggal.
Dibulan pertama, tidak ada yang istimewa. Jadwalnya selalu sama, seperti ini:
05:30 => gue sampai dirumah IL dan menyiapkan kendaraan.
06:00 => berangkat ke lokasi olahraga.
07:30 => sampai lokasi.
12:00 => pulang.
Jarak antara rumah IL dengan lokasi olahraganya memang cukup jauh. Lokasi olahraganya tak lain dan tak bukan berada di dekat tempat IL bekerja sebagai PNS. Senin sampai Jumat, IL menggunakan layanan antar jemput dari kantornya. Itu sebabnya, IL menggunakan jasa gue tiap Sabtu dan Minggu. IL terbilang cukup aktif aerobik/olahraga dikalangan para pegawai pemerintahan. Tapi jangan sekalipun kalian mengira gue akan meniduri IL. Gue Gak Napsu!
Adalah Mbak Nella, selanjutnya disebut MN, yang akan gue ceritakan pada kalian, bagaimana dia menjadi seorang pemenang.
***
Selama menunggu IL aerobik yang cukup memakan waktu, biasanya gue akan mencari tempat parkir yang teduh, untuk sekedar baca buku yang sudah gue siapkan, atau melanjutkan tidur. Gue sedikit heran, kenapa IL lama sekali aerobiknya.
“Dari jam setengah delapan sampe jam dua belasan. ini orang aerobik apa bangun kontrakan?” batin gue, kalo mikirin kenapa IL lama banget olahraganya. 4 jam lebih, sob!
Tapi ya, namanya kacung, gue gak pernah nanya ke IL. Lagi pula gue pun gak begitu peduli kenapa bisa selama itu, karena bayaran IL cukup besar. Gue bisa ngantongin 600 ribu dalam dua hari. kadang kala malah, setiauw, bisa gua kantongin. lumayan. lumayan untuk modal ekse perempuan.
Rumah MN berada sekitar 500 meter dari lokasi IL berolahraga.
Gue akhirnya, memilih untuk selalu memarkirkan mobil di depan rumah MN setelah hari-hari sebelumnya selalu berganti lokasi.
Selain tidak seramai area parkir dekat lokasi olahraga, depan rumah MN juga sangat sejuk karena ada pohon yang cukup rimbun untuk menghalau sinar matahari–yang kadang kala begitu menyebalkan.
Cerita ini, agar lebih dapat diresapi, memiliki beberapa babak. Tiap babak, akan ada pelajaran yang bisa kalian ambil jika kalian bercita-cita hidup dalam belengu seks seenak jinat.
***
Mari kita mulai babak yang pertama: Pengintaian.
Pengintaian berlangsung selama lima hari. Itu artinya, hampir sebulan gue mengamati, menelaah, dan menimbang-nimbang jurus apa yang akan gue pakai untuk nelanjangi MN. Waktu pengintaian berkisar antara 08:30 sampai 11:00 WIB–Waktu Indonesia bagian Birahi.
Hari pertama pengintaian [Minggu]. Minggu terakhir di bulan pertama gue mengantar IL berolahraga.
Hari pertama ini sekaligus menjadi kali pertama gue melihat sosok MN. MN duduk termangu di pintu samping rumahnya dengan mengenakan daster putih bercorak. Ia terlihat sedang berbicara dengan orang yang berada di dalam rumah.
Daster yang dipakai MN membuat body-nya menggoda birahi gue untuk terus mengamatinya. Dan ketika dia berdiri dari duduknya, “eughh, bokongnya, sob!”
Informasi sepintas yang gua lihat di hari pertama itu memunculkan asumsi dalam diri gue, “Pembantu, nih kayanya. boleh juga sih ditidurin..”
Hari kedua [Sabtu]. Minggu pertama di bulan kedua.
MN memakai kaos dan celana pendek berwarna hitam, khas abg komplek yang mau jalan-jalan sore. Kali ini dia duduk di shofa depan pintu rumah, yang mana terletak disebelah pintu samping rumahnya saat pertama kali gue melihatnya.
Hari ini dia kedatangan tamu, seorang teman kecilnya, barangkali. Asumsi gue kalo MN itu pembokat, hilang. Sirna ditelan mulusnya kulit MN yang cukup jelas terlihat saat dia mendekat kearah gue untuk mengantar temannya yang memarkirkan motor di depan gerbang rumahnya.
Sambil mengantar temannya menaiki motor, MN bercanda dengan temannya itu. Entah apa yang mereka bicarakan sampai membuat MN lost control. MN tertawa terbahak-bahak. Sejadi-jadinya. Seakan dia adalah gadis remaja berusia 17 tahun. Kemudian sesaat sebelum temannya bergegas pergi, MN setengah berteriak, “Jangan lupa ya.. tawarin.. cr-v gue itu..”
Hari ketiga [Minggu]. Masih di minggu pertama bulan kedua. The Lucky Day.
MN ngangkang! Dia duduk di pintu samping rumahnya menggunakan celana pendek yang kemarin ia pakai dengan atasan yang berbeda. Seketika Ariel bergeliat minta keluar dari sarang saat melihat pemandangan yang begitu ia gemari, selangkangan.
MN sedikit pun tak menyadari kalo ada makhluk mesum mengamatinya dari dalam mobil yang terparkir di depan rumahnya. Dari pandangan mata, MN sedang ngobrol dengan Ibu2 berusia 55 tahun dan Ibu penjual gorengan yang saban hari, selama masa pengintaian gue, selalu menghampiri rumah MN. Dan anehnya, MN selalu beli. Mungkin gorengan ibu itu, gorengan ternikmat yang pernah ada. Atau jangan-jangan, ibu gorengan itu adalah iblis yang membantu gue mengeksplor imajinasi dengan MN. Karena kalo gak ada ibu gorengan, kans MN untuk keluar rumah kecil sekali. Sampai sini gue cukup yakin kalo ibu gorengan itu jelmaan iblis yang akan gue temani di neraka nanti. ~~~
Hari-hari setelah kejadian melihat MN ngangkang, gue kecanduan MN. Dikit-dikit kepikiran MN. Kepikiran ngeremes tetenya, kepikiran nabokin bokongnya, sampe kepikiran jariin vaginanya. Bisa dibilang, gue ini jatuh cinta sama MN. Jatuh cinta versi birani, tentu saja.
Gue sampe merasa hari senin – jumat gue begitu membosankan. Gue mau cepet-cepet ketemu hari sabtu!
Hari keempat [Sabtu]. Minggu kedua.
Gue memutuskan untuk tidur, dan melupakan MN sejenak.
Karena selain masih ngantuk, sesampainnya di depan rumah MN gue gak menemukan ada kehidupan. Rumah terlihat kosong. Biasanya, walaupun tampak sepi di depan, pintu samping rumah MN selalu terbuka–minimal setengah. Ibaratnya, sebagai penanda, ada orang atau tidak di dalam. Tapi hari ini, pintu samping tertutup rapat. Jendela disamping pintu utama pun tak bisa ditembus oleh pandangan mata karena terhalang horden yang tak di simpul. Padahal celah dari jendela ini pernah menampilkan MN yang hanya mengenakan Bra+handuk. Meski terlihat hanya bayangan hitam, pemandangan itu cukup membuat gua membetulkan celana dalam.
Gue akhirnya bangun setelah mendengar suara mesin mobil sedang parkir. Gue membuka mata tapi tak beranjak dari posisi tidur di kursi depan, dengan jok yang gue rebahkan kebawah, full! Kaki gue masih di antara jendela yang sengaja gue buka untuk sirkulasi udara di dalam mobil. “Yaelah, tinggal bilang kaya Supir taxi lagi nunggu penumpang! susah-susah amat!”
Gue melirik jam tangan, 09:15, lumayan juga gue tidur, satu jam lebih. Sambil ngulet, kaya kucing bangun tidur, gue nengok ke arah rumah MN, yang masih terlihat jelas meski gue merebahkan badan.
Gue langsung tegak! Ada MN yang sedang membersihkan mobil honda cr-v yang sebelumnya tak pernah terlihat di area parkir rumah MN. MN hanya memakai celana pendek ketat, celana daleman. Celana ketat ini sungguh memanjakan gue. Bokong dan paha MN di eksplor habis oleh celananya sendiri. Gue nelen ludah ngeliat tampilan MN saat itu. Celananya, seolah-olah meledek gue, “Mas Tyo… kok ngumpet aja.. Sini, bukain aku..” brengsek!
Hari kelima [Minggu]. Hari terakhir pengintaian.
Gak lama setelah gue memarkirkan mobil, sekitar…60 menit. lama, setan!– di depan rumah MN seperti biasanya. MN keluar dengan dua anak kecil. MN memakai dres polos ketat yang begitu menggoda. Kalo dihari sebelumnya gue melihat MN setelah dia pergi, kali ini gue melihat MN baru akan pergi.
Apa yang gue lihat di hari terakhir pengintaian ini membulatkan tekad untuk menampakkan diri dihadapan MN. Jendolan dadanya, lipatan kancutnya, dan bokongnya yang merekah seolah tak menginzinkan gue untuk berlama-lama menjadi paparazi sejati.
Gue harus ngajak dia kenalan!
Sesaat setelah MN pergi, gue merangkum informasi yang gue dapet dihari-hari sebelumnya. Gue merancang adegan per adegan yang akan atau harus gue lalui. Meski bakal improvisasi, gue tetep harus merancang alur perkenalan nanti. Gue mulai berdebar membayangkan saat-saat mengajak MN kenalan. Semakin berdebar karena Ariel pun ikut-ikutan memompa semangat, membayangkan ML dengan MN. asik~
Satu jam berlalu, MN akhirnya pulang. “Akhirnya datang juga..” batin gue.
Sebelum benar-benar menghampiri MN yang sedang santai ditempat favoritnya: duduk di pintu samping rumah. Gue memanjatkan doa kepada iblis-iblis penguasa dunia esek-esek. “Duhai Iblis pemilik kata-kata manis untuk wanita, bantulah aku!”
Terus terang, gue takut. Gue grogi parah.
Kalo cuma ngajak kenalan perempuan seumuran atau malah abg sekalian sih, cemilan gue setiap akhir pekan. Lha ini? Yang akan gue hadapi adalah perempuan yang jelas lebih tua dari gue, dan jelas juga, istri orang, lebih jelas lagi, ibu-ibu. Dan gue akan ngajak kenalan dirumahnya! Sinting!
Gue sempet ragu dengan kenyataan yang ada, tapi birahi berkata lain. “Gak ada salahnya dicoba, sob…” Begitu kata birani. Tai kucing gak ada salahnya, ya salah lah!
Akhirnya, gue pun keluar dari tempat pengintaian. MN setengah mengintip saat mendengar suara alarm mobil terkunci. Gue sedikit bersembunyi dari pandangan MN yang terhalang mobil CR-V nya yang terparkir tepat didepannya. Gue keringet dingin. Kemudian dengan gerakan slow motion, gue mendekat.
Gue masih berada dibelakang mobil CR-V ketika suara gue merangsek keluar dari mulut, “Permisi..” setan nih, suara udah gak sabaran.
Ajaibnya, kata pertama yang keluar dari mulut gue itu merontokkan keragu-raguan dan ketakutan gue sebelumnya, meski masih setengah grogi.
MN secepat kilat menjawab, “iyah..” sambil beranjak masuk ke dalam rumah.
Dia hanya memakai celana pendek ketat hari keempat dan tangtop belel. Itu sebabnya dia langsung masuk ke dalam rumah. Selang beberapa saat, Ia keluar dengan kostum yang tadi Ia pakai, dress polos.
“Iyah, mas..” kata MN saat badannya belum sepenuhnya keluar rumah tapi sudah melihat penampakan gue. Kami sudah saling menatap. Meski jantung gue berdebar hebat, senyum gue tetap mengembang. Raut wajah grogi, sedikit pun sudah tak terlihat. Selain, mungkin, karena Iblis membantu gue, juga karena respon MN yang terkesan ramah.
“Hallo, Mba. Maaf, aku Tyo.” Kata gue, sambil menyodorkan tangan. MN menyambut dengan raut wajah yang penuh tanda tanya, “Iya, hallo, Nella..” Sesaat kami bersalaman. Mantap sekali cara gue menyalaminya, dengan tetap tersenyum wajar. bukan tersenyum mesum. kalian harus bisa membedakan. Gue menatap MN dalam-dalam. Menghadirkan kesan kalo gue bukan orang jahat. MN merespon sesuai apa yang gue harapkan.
Anjir, baru salaman aja gue udah membayangkan merogoh dalemannya.
Sejenak gue lupa plan yang udah gue rancang. “Now, What?” batin gue.
“Ada apa, ya?” Kata MN, membuyarkan kehampaan. “Oh, itu..” blank! seketika gue gak tau mau ngomong apa. mampus gue!
Untuk beberapa saat gue ngeblank. MN tak menyadari gelagat aneh gue. Dia malah memperhatikan gue dari bawah kaki, sampai atas kepala. Gue kelimpungan, bingung dengan wajah yang masih tetap menahan senyum. “ngomong apa ini, gueee?” batin gue. Seketika iblis membantu gue memecahkan masalah. Gue kepikiran sesuatu saat melirik wajah kikuk gue dari pantulan kaca jendela mobil.
“eee.. mobilnya, mau dijual ya, mba?” kata gue, memecah kebuntuan kata-kata yang baru saja gue alami.
“Hah??” MN sedikit kaget sama pertanyaan gue. Sesaat dia tampak memikirkan sesuatu.
“eee, tempo hari, waktu saya parkir disini, saya denger mba nawarin mobil ke temennya. Ini bukan mobilnya?” lanjut gue, sebelum dia mengatakan sesuatu.
“Ohhh, hahahaha..” MN tertawa. Ia tampaknya telah mengingat sesuatu.
Ketawa MN ini adalah tanda awal keberhasilan sebuah perkenalan. Karena menurut Kamus Besar Perkenalan Internasional, sesungguhnya kita hanya memiliki waktu tak lebih dari 15 menit pertama untuk membuat lawan bicara–orang yang kita ajak kenalan– tertawa. Jika hal tersebut urung terjadi sampai menit ke 20, maka usaha kita untuk berkenalan sebenarnya sudah gagal. Perlu dicatat, definisi ini berlaku bukan untuk sekedar kenalan yang ingin tau nama dan alamatnya, tapi kenalan yang ingin tau dalemannya.
“Emang, denger, ya? hahaha”
“Kebetulan pas gak lagi tidur, mba. Jadinya denger. hehe”
“Iya, Mas. Iya, ini mobilnya..” Kata MN sambil senyum-senyum, sesekali menatap layar hape-nya. Mungkin sedang mention temennya yang waktu itu dia tawarin mobil, atau mungkin sedang chating sama selingkuhannya. Entahlah. Yang pasti, setelah mendengar jawaban MN, gue berlagak menjadi peminat mobilnya. Gue sok-sok mengamati tiap sudut mobil. Sok-sok ngecek ban, suspensi, dll. Gue bener-bener mendalami akting sebagai orang yang berminat sama mobil MN. Padalah jelas-jelas, gue cuma berminat sama yang punya mobil.
Gue kemudian mengelilingi mobil sambil angguk-angguk gak jelas. MN masih dengan ekspresi senyum-senyum mainin hp. Akhirnya gue mulai bertanya kondisi mobil secara menyeluruh :
– Mobil keluaran tahun berapa?
– Pajak kendaraannya?
– Kondisi mesinnya?
– Minusnya apa?
– Mau dijual berapa? dan lain-lain.
MN tampak antusias menerangkan kondisi mobilnya. Ia menjelaskan secara detail apa yang gue tanya dan apa yang harus gue tau sebagai pembeli, bahwa mobilnya masih sangat layak dibeli. Ia menyalakan mesin dan menjalankan/menghidupkan komponen-komponen yang ada pada mobil. Dan benar saja, semua masih berfungsi dengan baik.
Setelah selesai membahas kondisi mobil, gue meminta izin MN untuk foto mobilnya. MN tak keberatan, kemudian dia masuk ke dalam rumah. MN membuka pintu depan rumahnya, memberikan gue minuman dan mempersilahkan masuk. Gue menolak. Selain karena sedang merokok, gue juga mempertimbangkan hal lain. Kalo gue masuk ke dalem rumah lewat pintu depan, berarti gue ini hanya tamu biasa. Enak aja. Percuma pengintaian gue selama ini. Gue pengen lebih dari sekedar jadi tamu biasa. Kalopun harus masuk ke dalem rumah, gue mau lewat pintu samping tempat biasa dia duduk, berkesan lebih intim. Lagi pula gue berminat beli mobilnya kan cuma akal-akalan aja. Kalo gue masuk, itu artinya dia bakal berharap kalo gue beneran berminat sama mobilnya. Dan dengan kenyataan gue gak jadi beli, pasti dia bakal kecele, dan gue gak bisa melanjutkan aksi birani ini. Gue menolak untuk masuk.
Keputusan untuk “disini, aja lha, mba..” ternyata berbuah manis. MN bukannya meragukan keseriusan minat gue terhadap mobilnya, justru makin enjoy untuk ngobrol diluar mobil.
“Jadi ceritanya, beberapa temenku tuh, ada yang punya dealer mobil bekas, Mba..” gue mulai membual, “..kemarin itu, pas aku lagi main, ada yang nanyain mobil CR-V..” MN enjoy mendengarkan dongeng gue tanpa curiga sedikit pun. Gue diatas angin. “Nah, pas tadi liat mobil mba, aku jadi inget mba pernah nawarin ke temennya.”
“OOohhh..hahahaha.” MN tak bisa menahan tawanya saat disinggung kejadian tersebut. Dan makin geli mengetahui bahwa kejadian saat itu, saat dia lost control, ada yang memperhatikan.
Suasana kami cair. MN setengah bersandar di shofa yang ada di depan pintu utamanya. Gue berdiri menyamping disebelah mobil. Sesekali memperhatikan mobil, sesekali menatap MN saat ia bicara. Mantap.
“Gini aja, deh, mba. Aku minta kontak mba, bbm atau nomor wasap gitu, biar nanti orangnya yang langsung hubungi, mba.” Kata gue, sambil harap-harap cemas mendengar jawaban MN.
MN sejenak tampak memikirkan sesuatu. Gue nothing to lose. Iblis berkehendak, “Iya, deh. Boleh..” kata MN kemudian memberikan nomor hape-nya.
Sampai sini gue udah bisa moonwalk untuk merayakan kesuksesan mendapat kontak Mba Nella.
Waktu gue nge-save nomornya, MN kembali bersuara, entah ini benar-benar suara MN atau sebenarnya suara iblis, “aku minta kontak, masnya juga, ya..” Aduuhh, rasa-rasanya menerjang badan MN yang sedang terlentang hanya soal waktu saja, sodara-sodara.
“Mas, Tyo, ya..” Katanya waktu nerima nomor gue. Sambil nge-save nomor, MN menyinggung soal kebiasaan gue tiap sabtu dan minggu di depan rumahnya.
“Hehe, iya, Mba. Aduh, sekalian izin deh, Mba, kalo gitu..” kata gue merespon.
“Kok pake izin segala. Kalo izin mah, dari pertama kali parkir, atuh, Mas..” balasnya. Kemudian kami tertawa dan ngobrol seadanya. Dia sempat nanya sedikit soal gue. Lebih tepatnya soal kebiasaan gue parkir di depan rumahnya. Gue menjawab dengan lugas. Gak perlu gue terangkan, kalian sudah membacanya di awal cerita ini.
Setelah kehabisan bahan obrolan dan jarum jam yang menunjukkan pukul 11 siang, gue pamit. Sebelum cabut, MN gue ingatkan kalo akan ada yang menghubungi dia soal mobil. Dia mengucapkan kata-kata yang tidak perlu dituliskan disini, kemudian dia ngomong, “Nanti kalo sukses, Mas Tyo aku kasih deh..” gue beretorika, kemudian melesat. Sambil ngegas, gue bergumam, “Kasih badan lu aja, mba..”
***
Perkenalan sukses, strategi berikutnya segera gue rancang dan eksekusi.
Gue menyewa seorang kawan untuk menghubungi MN. Dia ini seorang aktor yang betul-betul handal. Kalo aktor profesional (artis) hanya akting untuk kebutuhan produksi film, kawan gue ini berakting dalam kehidupan nyatanya. Hampir separuh hidupnya diisi dengan akting, gue pun heran kenapa nih orang tak kunjung muncul di televisi. Oke, cukup, lupakan soal aktor satu ini. Fokus ke cerita.
Dalam perannya menghubungi MN, gue meminta kawan gue itu untuk menjadi orang yang cerewet, songong, dan nyebelin. Dan tentu saja kawan gue tersebut menjalankan tugasnya dengan sangat baik. MN hampir selalu ngabarin gue tiap habis dihubungi oleh kawan gue itu. Puncaknya hari kamis, MN nelepon gue.
“Mas Tyo, gmn ya..” katanya, mengambang.
“Gmn, apanya mba..” jawab gue. Jawaban yang mestinya tak perlu diucapkan. ya kenapa lu tulis juga? ya, biar panjang aja. ya, udah! fokus ke cerita! oke.
“Tolong ya, Mas Tyo aja yang kasih tau ke temen Mas, kalo mobilnya gak jadi saya jual.”
“Loh, kenapa Mba? Gak cocok harganya ya?”
“Iya Mas. Dia nawarnya rendah banget..”
“Ya gpp, Mba.. Mba aja yang bilang ke dia.”
“Aduh, aku minta tolong deh, kamu aja yang ngomong..” ciee udah aku-kamu, mbanya. pakek, nih!
“Kenapa Mba? ngeselin ya, orangnya?”
“Iya, Mas. Sebel saya nanggepinnya. Gak kaya Mas Tyo, temennya nyebelin banget.” yaah, pake saya lagi.. but, ugh, gue dimanja-manja.
“Yaudah, nanti coba aku ngomong ke dia ya.. Aku bilangnya udah laku aja, ya, Mba..”
“Iya, Mas. Terserah Mas Tyo mau bilang apa ke dia..”
“Oke, nanti aku kabarin ke Mba, deh, gmn-gmnnya..”
“Oke, Makasih ya, Mas..”
“Sama-sama, Mba. Eee, Mba.. Gak usah manggil Mas, Tyo aja. Berasa lebih tua saya, dipanggil, Mas. hehe..”
“Oh, hahaha. Iya, iya. Makasih, Tyo..”
Rencana berjalan mulus. Saatnya pede to the kate! PEDEKATE!
Jum’at. Setelah Jumatan. Setelah merasa ganteng. Gue nelepon MN. Rencananya untuk ngabarin dia soal kemarin plus mulai pdkt.
Gue telepon sekali, gak diangkat. Kedua kalinya, masih gak diangkat. Ketiga kalinya, percobaan terakhir, biasanya diangkat nih, begitukan, biasanya di cerita-cerita yang udah-udah. Tapi fakta untuk cerita ini: Masih Gak Diangkat Juga! Zonk!
Dengan berat hati, gue hanya mengirim pesan.
‘Mba Nella, aku udah telepon temenku. Udah beres ya. Dia juga kayanya udah deal sama orang lain sih. Maaf ya, Mba, gak jadi dibeli mobilnya. Kalo Mba Nella mau, aku bisa bikinin iklan di internet.’
Setelah pesan dikirim, gue nunggu balesan. Sejam berlalu. Dua jam. Tiga jam. Boro-boro dibales, dibaca aja belum. Amsyong. Gue merasa dipermainkan sama iblis.
***
Kebaikan sekecil apa pun yang kita lakukan, pasti akan dibalas. Pasti!
Pulang kerja hari Jumat di Jakarta adalah neraka cabang Bumi. Entah malaikat siapa yang menuntun gue untuk menghampiri bapak-bapak setengah baya ditengah kemacetan jalan raya.
“Pak, mau ke arah mana? Selatan? Nunggu orang atau nunggu angkutan? Kalo angkutan, bareng saya aja.” Kata gue sambil nyodorin helm. Si bapak yang masih gak percaya ada kebaikan ditengah jahanamnya ibu kota, tanpa kecurigaan takut dirampok–mungkin karena gue keren– langsung nemplok dimotor. Selama perjalanan, hanya sedikit percakapan yang kami lakukan. yakali, lu mau tau..
Akhirnya hape gue berdering ditengah kemacetan. Wajah gue sumringah merasakan getaran hape. Baru dilampu merah hape gue tengok, siapa gerangan yang menghubungi abang ganteng ini, apakah orang yang gue nantikan.
Dan, yak! MN yang nelepon. Sebenernya, bisa aja gue angkat, tinggal pasang earphone, atau diselipin ke helm macem yang sering dilakukan jamur-jamur dijalanan, tapi its not my type. asik. Sekali, dua kali, dan tiga kali hape gue berdering, tak kunjung gue angkat. “Itung-itung bales dendam, mba..” batin gue.
Apakah kalimat pembuka di paragraf ini berasosiasi dengan neleponnya MN? Bisa ya, bisa ngga. Gue sekedar nyelipin pesan positive di cerita yang super negative ini aja. huehehe.
Setelah itu, ada pesan masuk ke hape gue. Sekali bergetar, dua kali, tiga kali, sampai empat kali gue rasakan getaran pesan masuk. Kembali, saat di lampu merah, baru gue melirik hape. Pesannya cuma gue baca lewat notif.
“Tyo..”
“Maaf tadi gak pegang hp..”
“Udah ya? Makasih ya..”
“Hubungi saya kalo udah bisa terima telepon, ya. thx”
Jam 10 malem, gue baru menghubungi MN. MN sedang diperjalanan ke Bali.
Singkat kata, kita telepon-teleponan sampe pagi. Sampai pagi, saudara-saudaraku sekalian.
Dari teleponan tersebut, gue mengetahui beberapa fakta.
1. MN udah 2 tahun lebih sendiri.
2. MN punya anak 3. Paling besar usianya 10 Tahun.
3. MN tinggal bersama anak dan mertuanya. Rumah yang ditempati itu adalah harta gonogini dari mantan suaminya.
4. MN tidak memiliki pengalaman seks yang warbiyasakk. MN korban kekerasan rumah tangga & seksual.
5. MN kerap digoda lelaki hidung belang kalo berpergian. Meski kerap digoda, MN tak berminat menjali hubungan (baik batin maupun lahir) kepada lelaki (lagi)
6. MN berusia 38 tahun.
6. TS ganteng.
***
MN bersedia gue buatkan iklan di internet, dengan syarat, gue membantunya. karena menurut dia jualan online itu ribet.
Selang seminggu sudah banyak yang menawar mobil MN, puncaknya pada hari sabtu, ku turut ayah ke kota. sorry.
Puncaknya pada hari sabtu, calon pembeli datang ke rumah MN. Gue hadir pada hari itu.
Kemudian pada hari minggunya, calon pembeli minta mobil di antar ke rumahnya. MN meminta gue menemani. Tentu saja, dengan senang hati, hamba menerima ajakaannya.
Mobil selesai diantar. Proses jual-beli telah sukses terlaksana.
Pulang dari rumah pembeli yang berada dikawasan Banten, MN mengajak gue makan sambil liat laut. Namanya laut, angin pasti kuenceng, wusss, rokmu berayun, naik–turun. Seperti ariel, yang juga turun naik.
Saat di pantai, kami bak sepasang kekasih yang seumuran. MN senang kenal dengan gue. Menurutnya, gue-ah, malu ditulis disini, tar disangka riya-
Gue yang merasa diatas angin, kemudian sedikit blak-blakan kalo gue nafsu menggagahinya. ingat, sedkit. bukan yang tau2 nelanjangi MN. Lu kata James Bond, sapa bae ditelanjangin.
Setelah speak-speak iblis tingkat asean, akhirnya kita menyewa kamar hotel. huhu..
***
Saat berada didalam kamar, kami berdua menciptakan suasana seromantis mungkin.
MN mau mendapatkan pengalaman seks yang belum pernah dan mau ia rasakan. Gue jelas dengan senang hati mewujudkannya.
Apa kalian mau tau seperti apa hubungan seks yang romantis itu? Yang adegan per adegannya masih bisa kita kenang bahkan bertahun-tahun lamanya. Hingga adegan per adegan tersebut masih bisa dinikmati sebagai bahan coli? Stay tune!
Sesampainya dikamar hotel, kami sudah yang-yangan. Kurang romantis apa coba panggilan “yang”?
yang seksi, yang binal, yang ngacengin, yang ngangenin.
Gue berinisiatif mandi duluan.
MN bersantai sejenak dikasur sambil mengatur uang penjualan mobil mau diapakan. “Urusan dapur orang, kita gak usah ikut campur..”
Selesai mandi. Dengan handuk yang masih menempel dibadan dan rambut yang setengah basah, yang membuat tampilan gue sedkit Beckham banget.
Gue meminta MN juga mandi. Sambil mencium bibirnya sebentaran, gue bilang, “Mandi dulu, sayang..” lalu membereskan barang bawaan. Sedap. MN bak anak TK berusia 5 tahun, langsung menuruti perintah gue. Suasana tersebut selalu membuat dada ini berdebar mengingatnya.
Gue menunggu MN mandi sambil merebahkan badan dikasur menonton tayangan televisi luar nagari
Gue hanya memakain boxer tanpa sempak dan atasan kaos belel made in cipadu yang kualitasnya tak kalah jauh dengan brand-brand kaos polos international. MN keluar kamar mandi dan berlenggak-lenggok di depan cermin mengeringkan badannya.
Saat dia mengeringkan rambutnya dengan handuk, gue mendekatinya. Gue rampas handuk yang sedang ia pakai itu.
Kemudian gue yang memanjakannya, mengeringkan rambutnya. Wajah kami saling menatap ke cermin. Syahdu.
MN tersenyum malu. Raut wajahnya campuran antara malu, senang, grogi, dan tentu saja nafsu. Pun wajah gue yang sudah dipenuhi birani.
MN memutar badannya dan hlebb, mengulum bibir gue. Gue sok cool.
Tanpa merespon secara berlebihan, gue masih mengeringkan rambutnya. MN makin kesetanan. Kedua tangan gue digenggamnya. Meminta gue untuk fokus memulai laga.
Sesaat kemudian, MN sudah mendapatkan apa yang ia inginkan.
Gue mendorong MN bersandar pada cermin. MN dengan posisi duduk didepan cermin tak melepaskan genggaman tangannya yang melingkar di leher gue.
Gue berakselesai mencium sekujur tubuhnya yang…..sudah bugil. MN tak bersuara.
Gue manatap wajah biraninya sedikit malu dengan pengalaman yang sepertinya baru ia rasakan ini. Sambil kembali menciumnya, gue berbisik, “suaranya keluarin aja, gak usah ditahan..”
Sesaat kemudian suara itu benar-benar tak ditahannya, “aaauugghhhhh….” saat gue mengulum putingnya yang sudah diacak-acak ketiga anaknya. Meski begitu, puting MN masih sangat legit.
Saat gue mulai mengeksplor vaginanya, MN mendesis. MN makin mendesah sambil meremas-remas rambut gue waktu klitorisnya diakses. “oouuugghhh…..hhaaaa, oooouugghhh..”
Saatnya untuk ke kasur, batin gue.
Gue mencoba mengangkat MN, hasilnya, tentu saja, gagal. MN setengah tertawa, lalu kami berpindah ke kasur.
Gue memberikan waktu untuk MN menunjukkan aksinya.
Untuk sesaat, MN mendominasi permainan. Ia dengan buas mengulum bibir gue, menjilati leher dan badan gue. Kemudian melakukan oral seks yang, ough, biasa banget. hehe
Meski oral yang diberikan tak sehebat yang pernah gue rasakan dari wanita lain, gue tetap menikmatinya. Sambil memandu kepalanya naik turun, gue meremas payudara MN sedapetnya.
Setelah merasa puas dijamah MN, gue membalikkan keadaan.
Kali ini, dia yang tidur telentang. Gue menjamah tiap bagian intim tubuh ibu beranak 3 ini. MN begitu menikmatinya. Matanya merem melek. Suaranya berirama birahi yang warbiyak.
Gue memberikan permainan jari ke vagina MN. Sambil menikmati susunya, gue mengocok vagina MN, dia bergeliat keenakan. “oooouuugghhh…sssshhhhh, aaahhhhh..”
Gue fokuskan pergerakan jari gue ke vaginanya. Badan gue sedikit tegak sambil meremas payudaranya. MN benar-benar menikmati aksi gue. Badannya turun naik, bergerak, bergeliat tak karuan. Wajahnya sesekali menatap gue, kemudian melihat vaginanya, dan memalingkan pandangan ke samping sambil mendesah-desah. Pemandangan terindah tingkat dua.
Kedua tangan MN pasrah tergeletak diantara kepalanya. Tak digunakan untuk meremas-remas payudaranya. Mungkin Ia benar-benar ingin menikmati sentuhan orang lain. Gue melihat pemandangan tersebut makin kebokepan. Sambil terus mengocok vaginanyanya gue memberikan ciuman. MN melahap tanpa irama. barbar sekali.
Setelah MN berkali-kali kejang dan mengeluarkan cairan, gue mulai memberikan kesempatan pada ariel untuk bereaksi. “Monggo, mas ariel..”
Gue berdiri dibibir kasur, MN menyiapkan posisinya untuk dapat menikmati penetrasi yang akan segera gue lakukan. Ketika dia sudah diposisi, gue bercanda, gue pergi meninggalkannya begitu saja. Wajah MN sesaat kaget, kemudian dengan posisi mengangkang, MN menjatuhkan kepala yang sebelumnya sedikit terangkat mengamati Ariel yang ingin masuk ke vaginanya, dan berucap manja, “aaahhh.. kamu tuh..”
Jleb. Ariel masuk. “ooouuuggghhh… aaahhhh, aaaahhhh, aaaaahhhh..” desah MN.
Ariel memainkan perannya dengan baik dan seperti kebanyakan aksi rajang pada umumnya, maju-mundur, masuk-keluar.
bergerak pelan. bergerak sedang. dan melaju kencang kencang. seperti biasanya, kan?
Kami benar-benar menikmati aksi. Lebih khusus MN sangat menikmati persetubuhan ini. Kami dimabuk birani.
MN mengeksplor segala macam posisi. WOT, Doggy, dan Standing Applause–ngewe berdiri sambil tepuk tangan- bah, ngewe macam apa ini.
Kurang lebih setengah jam bertempuran terjadi, dari mulai gue menghampirinya didepan cermin sampai ariel memuntahkan cairan surga.
Sambil tergelatak lemas, kami berdua berterimakasih atas apa yang baru saja dilakukan.
Duhai kalian para penikmat seks, berterima kasihlah setelah bersetubuh, karena sesungguhnya ucapan terima kasih adalah pengait untuk adegan ranjang berikutnya. Ucapkan terima kasih kepada lawan seks kalian, niscaya dikesempatan seks berikutnya akan lebih mengasyikkan. HR. Maexhot. hahaha.
Masih sambil tergeletak diatas kasur, MN berkata, sambil malu-malu, “kamu mau nemenin aku ginian terus, gak? Sebulan sekali, atau dua kali, gitu?”
Gue yang lagi menghisap rokok, tersendak, lalu….pingsan.
tamat deh..