RSS
Facebook
Twitter

Sensasi Selingkuh



Sebagai pasangan suami istri muda yang baru setahun berumah tangga,
kehidupan keluarga kami berjalan dengan tenang,
apa adanya dan tanpa masalah.

Saya, sebut saja Ratna (23), seorang sarjana ekonomi. Usai tamat kuliah, saya bekerja pada salah satu perusahaan jasa keuangan di Solo. Sebagai wanita, terus terang, saya juga tidak bisa dikatakan tidak menarik. Kulit tubuh saya putih bersih, tinggi 163 cm dan berat 49 kg. Sementara ukuran bra 34B. Cukup bahenol, kata rekan pria di kantor. Sementara, suami saya juga ganteng. Rio namanya. Umurnya tiga tahun diatas saya atau 26 tahun. Bergelar insinyur, ia berkerja pada perusahaan jasa konstruksi. Rio orangnya pengertian dan sabar.

Karena sama-sama bekerja, otomatis pertemuan kami lebih banyak setelah sepulang atau sebelum berangkat kerja. Meski begitu, hari-hari kami lalui dengan baik-baik saja. Setiap akhir pekan--bila tidak ada kerja di luar kota--seringkali kami habiskan dengan makan malam di salah satu resto ternama di kota ini. Dan tidak jarang pula, kami menghabiskannya pada sebuah villa di Tawangmangu.

Soal hubungan kami, terutama yang berkaitan dengan 'malam-malam di ranjang' juga tidak ada masalah yang berarti. Memang tidak setiap malam. Paling tidak dua kali sepekan, Rio menunaikan tugasnya sebagai suami. Hanya saja, karena suami saya itu sering pulang tengah malam, tentu saja ia tampak capek bila sudah berada di rumah. Bila sudah begitu, saya juga tidak mau terlalu rewel. Juga soal ranjang itu.

Bila Rio sudah berkata, "Kita tidur ya," maka saya pun menganggukkan kepala meski saat itu mata saya masih belum mengantuk. Akibatnya, tergolek disamping tubuh suami--yang tidak terlalu kekar itu-dengan mata yang masih nyalang itu, saya sering-entah mengapa-menghayal. Menghayalkan banyak hal. Tentang jabatan di kantor, tentang anak, tentang hari esok dan juga tentang ranjang.

Bila sudah sampai tentang ranjang itu, seringkali pula saya membayangkan saya bergumulan habis-habisan di tempat tidur. Seperti cerita Ani atau Indah di kantor, yang setiap pagi selalu punya cerita menarik tentang apa yang mereka perbuat dengan suami mereka pada malamnya. Tapi sesungguhnya itu hanyalah khayalan menjelang tidur yang menurut saya wajar-wajar saja. Dan saya juga tidak punya pikiran lebih dari itu. Dan mungkin pikiran seperti itu akan terus berjalan bila saja saya tidak bertemu dengan Karyo. Pria itu sehari-hari bekerja sebagai polisi dengan pangkat Briptu. Usianya mungkin sudah 50 tahun. Gemuk, perut buncit dan hitam.

Begini ceritanya saya bertemu dengan pria itu. Suatu malam sepulang makan malam di salah satu resto favorit kami, entah mengapa, mobil yang disopiri suami saya menabrak sebuah sepeda motor. Untung tidak terlalu parah betul. Pria yang membawa sepeda motor itu hanya mengalami lecet di siku tangannya. Namun, pria itu marah-marah.

"Anda tidak lihat jalan atau bagaimana. Masak menabrak motor saya. Mana surat-surat mobil Anda? Saya ini polisi!" bentak pria berkulit hitam itu pada suami saya.

Mungkin karena merasa bersalah atau takut dengan gertakan pria yang mengaku sebagai polisi itu, suami saya segera menyerahkan surat kendaraan dan SIM-nya. Kemudian dicapai kesepakatan, suami saya akan memperbaiki semua kerusakan motor itu esok harinya. Sementara motor itu dititipkan pada sebuah bengkel. Pria itu sepertinya masih marah. Ketika Rio menawari untuk mengantar ke rumahnya, ia menolak.

"Tidak usah. Saya pakai becak saja," katanya.

Esoknya, Rio sengaja pulang kerja cepat. Setelah menjemput saya di kantor, kami pun pergi ke rumah pria gemuk itu. Rumah pria yang kemudian kami ketahui bernama Karyo itu, berada pada sebuah gang kecil yang tidak memungkinkan mobil Opel Blazer suami saya masuk. Terpaksalah kami berjalan dan menitipkan mobil di pinggir jalan.

Rumah kontrakan Pak Karyo hanyalah rumah papan. Kecil. Di ruang tamu, kursinya sudah banyak terkelupas, sementara kertas dan koran berserakan di lantai yang tidak pakai karpet.

"Ya beginilah rumah saya. Saya sendiri tinggal di sini. Jadi, tidak ada yang membersihkan," kata Karyo yang hanya pakai singlet dan kain sarung.

Setelah berbasa basi dan minta maaf, Rio mengatakan kalau sepedamotor Pak Karyo sudah diserahkan anak buahnya ke salah satu bengkel besar. Dan akan siap dalam dua atau tiga hari mendatang. Sepanjang Rio bercerita, Pak Karyo tampak cuek saja. Ia menaikkan satu kaki ke atas kursi. Sesekali ia menyeruput secangkir kopi yang ada di atas meja.

"Oh begitu ya. Tidak masalah," katanya.

Saya tahu, beberapa kali ia melirikkan matanya ke saya yang duduk di sebelah kiri. Tapi saya pura-pura tidak tahu. Memandang Pak Karyo, saya bergidik juga. Badannya besar meski ia juga tidak terlalu tinggi. Lengan tangannya tampak kokoh berisi. Sementara dadanya yang hitam membusung. Dari balik kaosnya yang sudah kusam itu tampak dadanya yang berbulu. Jari tangannya seperti besi yang bengkok-bengkok, kasar.

Karyo kemudian bercerita kalau ia sudah puluhan tahun bertugas dan tiga tahun lagi akan pensiun. Sudah hampir tujuh tahun bercerai dengan istrinya. Dua orang anaknya sudah berumah tangga, sedangkan yang bungsu sekolah di Bandung. Ia tidak bercerita mengapa pisah dengan istrinya.

Pertemuan kedua, di kantor polisi. Setelah beberapa hari sebelumnya saya habis ditodong saat berhenti di sebuah perempatan lampu merah, saya diminta datang ke kantor polisi. Saya kemudian diberi tahu anggota polisi kalau penodong saya itu sudah tertangkap, tetapi barang-barang berharga dan HP saya sudah tidak ada lagi. Sudah dijual si penodong.

Saat mau pulang, saya hampir bertabrakan dengan Pak Karyo di koridor kantor Polsek itu. Tiba-tiba saja ada orang di depan saya. Saya pun kaget dan berusaha mengelak. Karena buru-buru saya menginjak pinggiran jalan beton dan terpeleset. Pria yang kemudian saya ketahui Pak Karyo itu segera menyambar lengan saya. Akibatnya, tubuh saya yang hampir jatuh, menjadi terpuruk dalam pagutan Pak Karyo. Saya merasa berada dalam dekapan tubuh yang kuat dan besar. Dada saya terasa lengket dengan dadanya. Sesaat saya merasakan getaran itu. Tapi tak lama.

"Makanya, jalannya itu hati-hati. Bisa-bisa jatuh masuk got itu," katanya seraya melepaskan saya dari pelukannya. Saya hanya bisa tersenyum masam sambil bilang terimakasih.

Ketika Pak Karyo kemudian menawari minum di kantin, saya pun tidak punya alasan untuk menolaknya. Sambil minum ia banyak bercerita. Tentang motornya yang sudah baik, tentang istri yang minta cerai, tentang dirinya yang disebut orang-orang suka menanggu istri orang. Saya hanya diam mendengarkan ceritanya.

Mungkin karena seringkali diam bila bertemu dan ia pun makin punya keberanian, Pak Karyo itu kemudian malah sering datang ke rumah. Datang hanya untuk bercerita. Atau menanyai soal rumah kami yang tidak punya penjaga. Atau tentang hal lain yang semua itu, saya rasakan, hanya sekesar untuk bisa bertemu dengan berdekatan dengan saya. Tapi semua itu setahu suami saya lho. Bahkan, tidak jarang pula Rio terlibat permainan catur yang mengasyikkan dengan Pak Karyo bila ia datang pas ada Rio di rumah.

Ketika suatu kali, suami saya ke Jakarta karena ada urusan pekerjaan, Pak Karyo malah menawarkan diri untuk menjaga rumah. Rio, yang paling tidak selama sepakan di Jakarta, tentu saja gembira dengan tawaran itu. Dan saya pun merasa tidak punya alasan untuk menolak.

Meski sedikit kasar, tapi Pak Karyo itu suka sekali bercerita dan juga nanya-nanya. Dan karena kemudian sudah menganggapnya sebagai keluarga sendiri, saya pun tidak pula sungkan untuk berceritanya dengannya. Apalagi, keluarga saya tidak ada yang berada di Solo. Sekali waktu, saya keceplosan. Saya ceritakan soal desakan ibu mertua agar saya segera punya anak. Dan ini mendapat perhatian besar Pak Karyo. Ia antusias sekali. Matanya tampak berkilau.

"Oh ya. Ah, kalau yang itu mungkin saya bisa bantu," katanya. Ia makin mendekat.
"Bagaimana caranya?" tanya saya bingung.
"Mudah-mudahan saya bisa bantu. Datanglah ke rumah. Saya beri obat dan sedikit diurut," kata Pak Karyo pula.

Dengan pikiran lurus, setelah sebelumnya saya memberitahu Rio, saya pun pergi ke rumah Pak Karyo. Sore hari saya datang. Saat saya datang, ia juga masih pakai kain sarung dan singlet. Saya lihat matanya berkilat. Pak Karyo kemudian mengatakan bahwa pengobatan yang didapatkannya melalui kakeknya, dilakukan dengan pemijatan di bagian perut. Paling tidak tujuh kali pemijatan, katanya. Setelah itu baru diberi obat. Saya hanya diam.

"Sekarang saja kita mulai pengobatannya," ujarnya seraya membawa saya masuk kamarnya. Kamarnya kecil dan pengap. Jendela kecil di samping ranjang tidak terbuka. Sementara ranjang kayu hanya beralaskan kasur yang sudah menipis.

Pak Karyo kemudian memberikan kain sarung. Ia menyuruh saya untuk membuka kulot biru tua yang saya pakai. Risih juga membuka pakaian di depan pria tua itu.

"Gantilah," katanya ketika melihat saya masih bengong.

Inilah pertama kali saya ganti pakaian di dekat pria yang bukan suami saya. Di atas ranjang kayu itu saya disuruh berbaring.

"Maaf ya," katanya ketika tangannya mulai menekan perut saya.

Terasa sekali jari-jari tangan yang kasar dan keras itu di perut saya. Ia menyibak bagian bawah baju. Jari tangannya menari-nari di seputar perut saya. Sesekali jari tangannya menyentuh pinggir lipatan paha saya. Saya melihat gerakannya dengan nafas tertahan. Saya berasa bersalah dengan Rio.

"Ini dilepas saja," katanya sambil menarik CD saya. Oops! Saya kaget.
"Ya, mengganggu kalau tidak dilepas," katanya pula.

Tanpa menunggu persetujuan saya, Par Karyo menggeser bagian atasnya. Saya merasakan bulu-bulu vagina saya tersentuh tangannya. CD saya pun merosot. Meski ingin menolak, tapi suara saya tidak keluar. Tangan saya pun terasa berat untuk menahan tangannya.

Tanpa bicara, Pak Karyo kembali melanjutkan pijatannya. Jari tangan yang kasar kembali bergerilya di bagian perut. Kedua paha saya yang masih rapat dipisahkannya. Tangannya kemudian memijati pinggiran daerah sensitif saya. Tangan itu bolak balik di sana. Sesekali tangan kasar itu menyentuh daerah klitoris saya. Saya rasa ada getaran yang menghentak-hentak. Dari mulut saya yang tertutup, terdengar hembusan nafas yang berat, Pak Karyo makin bersemangat.

"Ada yang tidak beres di bagian peranakan kamu," katanya.

Satu tangannya berada di perut, sementara yang lainnya mengusap gundukan yang ditumbuhi sedikit bulu. Tangannya berputar-putar di selangkang saya itu. Saya merasakan ada kenikmatan di sana. Saya merasakan bibir vagina saya pun sudah basah. Kepala saya miring ke kiri dan ke kanan menahan gejolak yang tidak tertahankan.

Tangan kanan Pak Karyo makin berani. Jari-jari mulai memasuki pinggir liang vagina saya. Ia mengocok-ngocok. Kaki saya menerjang menahan gairah yang melanda. Tangan saya yang mencoba menahan tangannya malah dibawanya untuk meremas payudara saya. Meski tidak membuka BH, namun remasan tangannya mampu membuat panyudara saya mengeras. Uh, saya tidak tahu kalau kain sarung yang saya pakai sudah merosot hingga ujung kaki. CD juga sudah tanggal. Yang saya tahu hanyalah lidah Pak Karyo sudah menjilati selangkang saya yang sudah membanjir. Terdengar suara kecipak becek yang diselingi nafas memburu Pak Karyo.

Ini permainan yang baru yang pertama kali saya rasaran. Rio, suami saya, bahkan tidak pernah menyentuh daerah pribadiku dengan mulutnya. Tapi, jilatan Pak Karyo benar-benar membuat dada saya turun naik. Kaki saya yang menerjang kemudian digumulnya dengan kuat, lalu dibawanya ke atas. Sementara kepalanya masih terbenam di selangkangan saya.

Benar-benar sensasi yang sangat mengasyikan. Dan saya pun tidak sadar kalau kemudian, tubuh saya mengeras, mengejang, lalu ada yang panas mengalir di vagina saya. Aduh, saya orgasme! Tubuh saya melemas, tulang-tulang ini terasa terlepas. Saya lihat Pak Karyo menjilati rembesan yang mengalir dari vagina. Lalu ditelannya. Bibirnya belepotan air kenikmatan itu. Singletnya pun basah oleh keringat. Saya memejamkan mata, sambil meredakan nafas. Sungguh, permainan yang belum pernah saya alami. Pak Karyo naik ke atas ranjang.

"Kita lanjutkan," katanya.

Saya disuruhnya telungkup. Tangannya kembali merabai punggung saya. Mulai dari pundah. Lalu terus ke bagian pinggang. Dan ketika tangan itu berada di atas pantat saya, Pak Karyo mulai melenguh. Jari tangannya turun naik di antara anus dan vagina. Berjalan dengan lambat. Ketika pas di lubang anus, jarinya berhenti dengan sedikit menekan. Wow, sangat mengasyikan. Tulang-tulang terasa mengejang. Terus terang, saya menikmatinya dengan mata terpejam.

Bila kemudian, terasa benda bulat hangat yang menusuk-nusuk di antara lipatan pantat, saya hanya bisa melenguh. Itu yang saya tunggu-tunggu. Saya rasakan benda itu sangat keras. Benar. Saat saya berbalik, saya lihat kontol Pak Karyo itu. Besar dan hitam. Tampak jelas urat-uratnya. Bulunya pun menghitam lebat.

Mulut saya sampai ternganga ketika ujung kontol Pak Karyo mulai menyentuh bibir vagina saya. Perlahan ujungnya masuk. Terasa sempit di vagina saya. Pak Karyo pun menekan dengan perlahan. Ia mengoyangnya. Bibir vagina saya seperti ikut bergoyang keluar masuk mengikuti goyangan kontol Pak Karyo. Hampir sepuluh menit Pak Karyo asik dengan goyangannya. Saya pun meladeni dengan goyangan. Tubuh kami yang sudah sama-sama telanjang, basah dengan keringat. Kuat juga stamina Pak Karyo. Belum tampak tanda-tanda itunya akan 'menembak'.

Padahal, saya sudah kembali merasakan ujung vagina saya memanas. Tubuh saya mengejang. Dengan sedikit sentakan, maka muncratlah. Berkali-kali. Orgasme yang kedua ini benar-benar terasa memabukkan. Liang vagina saya makin membanjir. Tubuh saya kehilangan tenaga. Saya terkapar.

Saya hanya bisa diam saja ketika Pak Karyo masih menggoyang. Beberapa saat kemudian, baru itu sampai pada puncaknya. Ia menghentak dengan kuat. Kakinya menegang. Dengan makin menekan, ia pun memuntahkan seluruh spermanya di dalam vagina saya. Saya tidak kuasa menolaknya. Tubuh besar hitam itu pun ambruk diatas tubuh saya. Luar biasa permainan polisi yang hampir pensiun itu. Apalagi dibandingkan dengan permainan Rio.

Sejak saat itu, saya pun ketagihan dengan permainan Pak Karyo. Kami masih sering melakukannya. Kalau tidak di rumahnya, kami juga nginap di Tawangmangu. Meski, kemudian Pak Karyo juga sering minta duit, saya tidak merasa membeli kepuasan syahwat kepadanya. Semua itu saya lakukan, tanpa setahu Rio. Dan saya yakin Rio juga tidak tahu samasekali. Saya merasa berdosa padanya. Tapi, entah mengapa, saya juga butuh belaian keras Pak Karyo itu. Entah sampai kapan.


E N D

Selingkuh dengan Istri Tetanggaku



Sudah bertahun-tahun kegiatan ronda malam di lingkungan tempat tinggalku berjalan dengan baik.
Setiap malam,
ada satu grup terdiri dari tiga orang.
Sebagai anak belia yang sudah bekerja aku dapat giliran ronda pada malam minggu.

Pada suatu malam minggu aku giliran ronda. Tetapi sampai pukul 23.00 dua orang temanku tidak muncul di pos perondaan. Aku tidak peduli mau datang apa tidak, karena aku maklum tugas ronda adalah sukarela, sehingga tidak baik untuk dipaksa-paksa. Biarlah aku ronda sendiri tidak ada masalah.

Karena memang belum mengantuk, aku jalan-jalan mengontrol kampung. Biasanya kami mengelilingi rumah-rumah penduduk. Pada waktu sampai di samping rumah Pak Tadi, aku melihat kaca nako yang belum tertutup. Aku mendekati untuk melihat apakah kaca nako itu kelupaan ditutup atau ada orang jahat yang membukanya. Dengan hati-hati kudekati, tetapi ternyata kain korden tertutup rapi.

Kupikir kemarin sore pasti lupa menutup kaca nako, tetapi langsung menutup kain kordennya saja. Mendadak aku mendengar suara aneh, seperti desahan seseorang. Kupasang telinga baik-baik, ternyata suara itu datang dari dalam kamar. Kudekati pelan-pelan, dan darahku berdesir, ketika ternyata itu suara orang bersetubuh. Nampaknya ini kamar tidur Pak Tadi dan istrinya. Aku lebih mendekat lagi, suaranya dengusan nafas yang memburu dan gemerisik dan goyangan tempat tidur lebih jelas terdengar. ?Ssshh? hhemm? uughh? ugghh, terdengar suara dengusan dan suara orang seperti menahan sesuatu. Jelas itu suara Bu Tadi yang ditindih suaminya. Terdengar pula bunyi kecepak-kecepok, nampaknya penis Pak Tadi sedang mengocok liang vagina Bu Tadi.

Aduuh, darahku naik ke kepala, penisku sudah berdiri keras seperti kayu. Aku betul-betul iri membayangkan Pak Tadi menggumuli istrinya. Alangkah nikmatnya menyetubuhi Bu Tadi yang cantik dan bahenol itu.

?Oohh, sshh buuu, aku mau keluar, sshh?. ssshh..? terdengar suara Pak Tadi tersengal-sengal. Suara kecepak-kecepok makin cepat, dan kemudian berhenti. Nampaknya Pak Tadi sudah ejakulasi dan pasti penisnya dibenamkan dalam-dalam ke dalam vagina Bu Tadi. Selesailah sudah persetubuhan itu, aku pelan-pelan meninggalkan tempat itu dengan kepala berdenyut-denyut dan penis yang kemeng karena tegang dari tadi.

Sejak malam itu, aku jadi sering mengendap-endap mengintip kegiatan suami-istri itu di tempat tidurnya. Walaupun nako tidak terbuka lagi, namun suaranya masih jelas terdengar dari sela-sela kaca nako yang tidak rapat benar. Aku jadi seperti detektip partikelir yang mengamati kegiatan mereka di sore hari. Biasanya pukul 21.00 mereka masih melihat siaran TV, dan sesudah itu mereka mematikan lampu dan masuk ke kamar tidurnya. Aku mulai melihat situasi apakah aman untuk mengintip mereka. Apabila aman, aku akan mendekati kamar mereka. Kadang-kadang mereka hanya bercakap-cakap sebentar, terdengar bunyi gemerisik (barangkali memasang selimut), lalu sepi. Pasti mereka terus tidur. Tetapi apabila mereka masuk kamar, bercakap-cakap, terdengar ketawa-ketawa kecil mereka, jeritan lirih Bu Tadi yang kegelian (barangkali dia digelitik, dicubit atau diremas buah dadanya oleh Pak Tadi), dapat dipastikan akan diteruskan dengan persetubuhan. Dan aku pasti mendengarkan sampai selesai. Rasanya seperti kecanduan dengan suara-suara Pak Tadi dan khususnya suara Bu Tadi yang keenakan disetubuhi suaminya.

Hari-hari selanjutnya berjalan seperti biasa. Apabila aku bertemu Bu Tadi juga biasa-biasa saja, namun tidak dapat dipungkiri, aku jadi jatuh cinta sama istri Pak Tadi itu. Orangnya memang cantik, dan badannya padat berisi sesuai dengan seleraku. Khususnya pantat dan buah dadanya yang besar dan bagus. Aku menyadari bahwa hal itu tidak akan mungkin, karena Bu tadi istri orang. Kalau aku berani menggoda Bu Tadi pasti jadi masalah besar di kampungku. Bisa-bisa aku dipukuli atau diusir dari kampungku. Tetapi nasib orang tidak ada yang tahu. Ternyata aku akhirnya dapat menikmati keindahan tubuh Bu Tadi.

Pada suatu hari aku mendengar Pak Tadi opname di rumah sakit, katanya operasi usus buntu. Sebagai tetangga dan masih bujangan aku banyak waktu untuk menengoknya di rumah sakit. Dan yang penting aku mencoba membangun hubungan yang lebih akrab dengan Bu Tadi. Pada suatu sore, aku menengok di rumah sakit bersamaan dengan adiknya Pak Tadi. Sore itu, mereka sepakat Bu Tadi akan digantikan adiknya menunggu di rumah sakit, karena Bu Tadi sudah beberapa hari tidak pulang. Aku menawarkan diri untuk pulang bersamaku. Mereka setuju saja dan malah berterima kasih. Terus terang kami sudah menjalin hubungan lebih akrab dengan keluarga itu.

Sehabis mahgrib aku bersama Bu Tadi pulang. Dalam mobilku kami mulai mengobrol, mengenai sakitnya Pak Tadi. Katanya seminggu lagi sudah boleh pulang. Aku mulai mencoba untuk berbicara lebih dekat lagi, atau katakanlah lebih kurang ajar. Inikan kesempatan bagus sekali untuk mendekatai Bu Tadi.

?Bu, maaf yaa. ngomong-ngomong Bu Tadi sudah berkeluarga sekitar 3 tahun kok belum diberi momongan yaa?, kataku hati-hati.
?Ya, itulah Dik Budi. Kami kan hanya lakoni. Barangkali Tuhan belum mengizinkan?, jawab Bu Tadi.
?Tapi anu tho bu? anuu.. bikinnya khan jalan terus.? godaku.
?Ooh apa, ooh. kalau itu sih iiiya Dik Budi? jawab Bu Tadi agak kikuk. Sebenarnya kan aku tahu, mereka setiap minggunya minmal 2 kali bersetubuh dan terbayang kembali desahan Bu Tadi yang keenakan. Darahku semakin berdesir-desir. Aku semakin nekad saja.

?Tapi, kok belum berhasil juga yaa bu?? lanjutku.
?Ya, itulah, kami berusaha terus. Tapi ngomong-ngomong kapan Dik Budi kimpoi. Sudah kerja, sudah punya mobil, cakep lagi. Cepetan dong. Nanti keburu tua lhoo?, kata Bu Tadi.
?Eeh, benar nih Bu Tadi. Aku cakep niih. Ah kebetulan, tolong carikan aku Bu. Tolong carikan yang kayak Ibu Tadi ini lhoo?, kataku menggodanya.
?Lho, kok hanya kayak saya. Yang lain yang lebih cakep kan banyak. Saya khan sudah tua, jelek lagi?, katanya sambil ketawa.
Aku harus dapat memanfaatkan situasi. Harus, Bu tadi harus aku dapatkan.
?Eeh, Bu Tadi. Kita kan nggak usah buru-buru nih. Di rumah Bu Tadi juga kosong. Kita cari makan dulu yaa. Mauu yaa bu, mau yaa?, ajakku dengan penuh kekhawatiran jangan-jangan dia menolak.
?Tapi nanti kemaleman lo Dik?, jawabnya.
?Aah, baru jam tujuh. Mau ya Buu?, aku sedikit memaksa.
?Yaa gimana yaa? ya deh terserah Dik Budi. Tapi nggak malam-malam lho.? Bu Tadi setuju. Batinku bersorak.

Kami berehenti di warung bakmi yang terkenal. Sambil makan kami terus mengobrol. Jeratku semakin aku persempit.
?Eeh, aku benar-benar tolong dicarikan istri yang kayak Bu Tadi dong Bu. benar nih. Soalnya begini bu, tapii eeh nanti Bu Tadi marah sama saya. Nggak usaah aku katakan saja deh?, kubuat Bu Tadi penasaran.
?Emangnya kenapa siih.? Bu tadi memandangku penuh tanda tanya.
?Tapi janji nggak marah lho.? kataku memancing. Dia mengangguk kecil.
?Anu bu? tapi janji tidak marah lho yaa.?
?Bu Tadi terus terang aku terobsesi punya istri seperti Bu tadi. Aku benar-benar bingung dan seperti orang gila kalau memikirkan Bu Tadi. Aku menyadari ini nggak betul. Bu Tadi kan istri tetanggaku yang harus aku hormati. Aduuh, maaf, maaf sekali bu. aku sudah kurang ajar sekali?, kataku menghiba. Bu Tadi melongo, memandangiku. sendoknya tidak terasa jatuh di piring. Bunyinya mengagetkan dia, dia tersipu-sipu, tidak berani memandangiku lagi.

Sampai selesai kami jadi berdiam-diaman. Kami berangkat pulang. Dalam mobil aku berpikir, ini sudah telanjur basah. Katanya laki-laki harus nekad untuk menaklukkan wanita. Nekad kupegang tangannya dengan tangan kiriku, sementara tangan kananku memegang setir. Di luar dugaanku, Bu Tadi balas meremas tanganku. Batinku bersorak. Aku tersenyum penuh kemenangan. Tidak ada kata-kata, batin kami, perasaan kami telah bertaut. Pikiranku melambung, melayang-layang. Mendadak ada sepeda motor menyalib mobilku. Aku kaget.
?Awaas! hati-hati!? Bu Tadi menjerit kaget.
?Aduh nyalib kok nekad amat siih?, gerutuku.
?Makanya kalau nyetir jangan macam-macam?, kata Bu tadi. Kami tertawa. Kami tidak membisu lagi, kami ngomong, ngomong apa saja. Kebekuan cair sudah. Sampai di rumah aku hanya sampai pintu masuk, aku lalu pamit pulang.

Di rumah aku mencoba untuk tidur. Tidak bisa. Nonton siaran TV, tidak nyaman juga. Aku terus membayangkan Bu Tadi yang sekarang sendirian, hanya ditemani pembantunya yang tua di kamar belakang. Ada dorongan sangat kuat untuk mendatangi rumah Bu Tadi. Berani nggaak, berani nggak. Mengapa nggak berani. Entah setan mana yang mendorongku, tahu-tahu aku sudah keluar rumah. Aku mendatangi kamar Bu Tadi. Dengan berdebar-debar, aku ketok pelan-pelan kaca nakonya, ?Buu Tadi, aku Budi?, kataku lirih. Terdengar gemerisik tempat tidur, lalu sepi. Mungkin Bu Tadi bangun dan takut. Bisa juga mengira aku maling. ?Aku Budi?, kataku lirih. Terdengar gemerisik. Kain korden terbuka sedikit. Nako terbuka sedikit. ?Lewat belakang!? kata Bu Tadi. Aku menuju ke belakang ke pintu dapur. Pintu terbuka, aku masuk, pintu tertutup kembali. Aku nggak tahan lagi, Bu Tadi aku peluk erat-erat, kuciumi pipinya, hidungnya, bibirnya dengan lembut dan mesra, penuh kerinduan. Bu Tadi membalas memelukku, wajahnya disusupkan ke dadaku.

?Aku nggak bisa tidur?, bisikku.
?Aku juga?, katanya sambil memelukku erat-erat.
Dia melepaskan pelukannya. Aku dibimbingnya masuk ke kamar tidurnya. Kami berpelukan lagi, berciuman lagi dengan lebih bernafsu. ?Buu, aku kangen bangeeet. Aku kangen?, bisikku sambil terus menciumi dan membelai punggungnya. Nafsu kami semakin menggelora. Aku ditariknya ke tempat tidur. Bu Tadi membaringkan dirinya. Tanganku menyusup ke buah dadanya yang besar dan empuk, aduuh nikmat sekali, kuelus buah dadanya dengan lembut, kuremas pelan-pelan. Bu Tadi menyingkapkan dasternya ke atas, dia tidak memakai BH. Aduh buah dadanya kelihatan putih dan menggung. Aku nggak tahan lagi, kuciumi, kukulum pentilnya, kubenamkan wajahku di kedua buah dadanya, sampai aku nggak bisa bernapas. Sementara tanganku merogoh kemaluannya yang berbulu tebal. Celana dalamnya kupelorotkan, dan Bu Tadi meneruskan ke bawah sampai terlepas dari kakinya. Dengan sigap aku melepaskan sarung dan celana dalamku. Penisku langsung tegang tegak menantang. Bu Tadi segera menggenggamnya dan dikocok-kocok pelan dari ujung penisku ke pangkal pahaku. Aduuh, rasanya geli dan nikmat sekali. Aku sudah nggak sabar lagi. Aku naiki tubuh Bu Tadi, bertelekan pada sikut dan dengkulku.

Kaki Bu Tadi dikangkangkannya lebar-lebar, penisku dibimbingnya masuk ke liang vaginanya yang sudah basah. Digesek-gesekannya di bibir kemaluannya, makin lama semakin basah, kepala penisku masuk, semakin dalam, semakin? dan akhirnya blees, masuk semuanya ke dalam kemaluan Bu Tadi. Aku turun-naik pelan-pelan dengan teratur. Aduuh, nikmat sekali. Penisku dijepit kemaluan Bu Tadi yang sempit dan licin. Makin cepat kucoblos, keluar-masuk, turun-naik dengan penuh nafsu. ?Aduuh, Dik Budi, Dik Budii? enaak sekali, yang cepaat.. teruus?, bisik Bu Tadi sambil mendesis-desis. Kupercepat lagi. Suaranya vagina Bu Tadi kecepak-kecepok, menambah semangatku. ?Dik Budiii aku mau muncaak? muncaak, teruus? teruus?, Aku juga sudah mau keluar. Aku percepat, dan penisku merasa akan keluar. Kubenamkan dalam-dalam ke dalam vagina Bu Tadi sampai amblaas. Pangkal penisku berdenyut-denyut, spermaku muncrat-muncrat di dalam vagina Bu Tadi. Kami berangkulan kuat-kuat, napas kami berhenti. Saking nikmatnya dalam beberapa detik nyawaku melayang entah kemana. Selesailah sudah. Kerinduanku tercurah sudah, aku merasa lemas sekali tetapi puas sekali.

Kucabut penisku, dan berbaring di sisinya. Kami berpelukan, mengatur napas kami. Tiada kata-kata yang terucapkan, ciuman dan belaian kami yang berbicara.
?Dik Budi, aku curiga, salah satu dari kami mandul. Kalau aku subur, aku harap aku bisa hamil dari spermamu. Nanti kalau jadi aku kasih tahu. Yang tahu bapaknya anakku kan hanya aku sendiri kan. Dengan siapa aku membuat anak?, katanya sambil mencubitku. Malam itu pertama kali aku menyetubuhi Bu Tadi tetanggaku. Beberapa kali kami berhubungan sampai aku kimpoi dengan wanita lain. Bu Tadi walaupun cemburu tapi dapat memakluminya.

Keluarga Pak tadi sampai saat ini hanya mempunyai satu anak perempuan yang cantik. Apabila di kedepankan, Bu Tadi sering menciumi anak itu, sementara matanya melirikku dan tersenyum-senyum manis. Tetanggaku pada meledek Bu Tadi, mungkin waktu hamil Bu Tadi benci sekali sama aku. Karena anaknya yang cantik itu mempunyai mata, pipi, hidung, dan bibir yang persis seperti mata, pipi, hidung, dan bibirku.

Seperti telah anda ketahui hubunganku dengan Bu Tadi istri tetanggaku yang cantik itu tetap berlanjut sampai kini, walaupun aku telah berumah tangga. Namun dalam perkimpoianku yang sudah berjalan dua tahun lebih, kami belum dikaruniai anak. Istriku tidak hamil-hamil juga walaupun penisku kutojoskan ke vagina istriku siang malam dengan penuh semangat. Kebetulan istriku juga mempunyai nafsu seks yang besar. Baru disentuh saja nafsunya sudah naik. Biasanya dia lalu melorotkan celana dalamnya, menyingkap pakaian serta mengangkangkan pahanya agar vaginanya yang tebal bulunya itu segera digarap. Di mana saja, di kursi tamu, di dapur, di kamar mandi, apalagi di tempat tidur, kalau sudah nafsu, ya aku masukkan saja penisku ke vaginanya. Istriku juga dengan penuh gairah menerima coblosanku. Aku sendiri terus terang setiap saat melihat istriku selalu nafsu saja deh. Memang istriku benar-benar membuat hidupku penuh semangat dan gairah.

Tetapi karena istriku tidak hamil-hamil juga aku jadi agak kawatir. Kalau mandul, jelas aku tidak. Karena sudah terbukti Bu Tadi hamil, dan anakku yang cantik itu sekarang menjadi anak kesayangan keluarga Pak Tadi. Apakah istriku yang mandul? Kalau melihat fisik serta haidnya yang teratur, aku yakin istriku subur juga. Apakah aku kena hukuman karena aku selingkuh dengan Bu Tadi? aah, mosok. Nggak mungkin itu. Apakah karena dosa? Waah, mestinya ya memang dosa besar. Tapi karena menyetubuhi Bu Tadi itu enak dan nikmat, apalagi dia juga senang, maka hubungan gelap itu perlu diteruskan, dipelihara, dan dilestarikan.

Untuk mengatur perselingkuhanku dengan Bu Tadi, kami sepakat dengan membuat kode khusus yang hanya diketahui kami berdua. Apabila Pak Tadi tidak ada di rumah dan benar-benar aman, Bu Tadi memadamkan lampu di sumur belakang rumahnya. Biasanya lampu 5 watt itu menyala sepanjang malam, namun kalau pada pukul 20.00 lampu itu padam, berarti keadaan aman dan aku dapat mengunjungi Bu Tadi. (Anda dapat meniru caraku yang sederhana ini. Gratis tanpa bayar pulsa telepon yang makin mahal). Karena dari samping rumahku dapat terlihat belakang rumah Bu Tadi, dengan mudah aku dapat menangkap tanda tersebut. Tetapi pernah tanda itu tidak ada sampai 1 atau 2 bulan, bahkan 3 bulan. Aku kadang-kadang jadi agak jengkel dan frustasi (karena kangen) dan aku mengira juga Bu Tadi sudah bosan denganku. Tetapi ternyata memang kesempatan itu benar-benar tidak ada, sehingga tidak aman untuk bertemu.

Pada suatu hari aku berpapasan dengan Bu Tadi di jalan dan seperti biasanya kami saling menyapa baik-baik. Sebelum melanjutkan perjalanannya, dia berkata, ?Dik Budi, besok malam minggu ada keperluan nggak??
?Kayaknya sih nggak ada acara kemana-mana. Emangnya ada apa?? jawabku dengan penuh harapan karena sudah hampir satu bulan kami tidak bermesraan.
?Nanti ke rumah yaa!? katanya dengan tersenyum malu-malu.
?Emangnya Pak Tadi nggak ada?? kataku. Dia tidak menjawab, cuma tersenyum manis dan pergi meneruskan perjalanannya. Walaupun sudah biasa, darahku pun berdesir juga membayangkan pertemuanku malam minggu nanti.

Seperti biasa malam minggu adalah giliran ronda malamku. Istriku sudah tahu itu, sehingga tidak menaruh curiga atau bertanya apa-apa kalau pergi keluar malam itu. Aku sudah bersiap untuk menemui Bu Tadi. Aku hanya memakai sarung, (tidak memakai celana dalam) dan kaos lengan panjang biar agak hangat. Dan memang kalau tidur aku tidak pernah pakai celana dalam tetapi hanya memakai sarung saja. Rasanya lebih rileks dan tidak sumpek, serta penisnya biar mendapat udara yang cukup setelah seharian dipepes dalam celana dalam yang ketat.

Waktu menunjukkan pukul 22.00. Lampu belakang rumah Bu Tadi sudah padam dari tadi. Aku berjalan memutar dulu untuk melihat situasi apakah sudah benar-benar sepi dan aman. Setelah yakin aman, aku menuju ke samping rumah Bu Tadi. Aku ketok kaca nako kamarnya. Tanpa menunggu jawaban, aku langsung menuju ke pintu belakang. Tidak berapa lama terdengar kunci dibuka. Pelan pintu terbuka dan aku masuk ke dalam. Pintu ditutup kembali. Aku berjalan beriringan mengikuti Bu Tadi masuk ke kamar tidurnya. Setelah pintu ditutup kembali, kami langsung berpelukan dan berciuman untuk menyalurkan kerinduan kami. Kami sangat menikmati kemesraan itu, karena memang sudah hampir satu bulan kami tidak mempunyai kesempatan untuk melakukannya. Setelah itu, Bu Tadi mendorongku, tangannya di pinggangku, dan tanganku berada di pundaknya. Kami berpandangan mesra, Bu tadi tersenyum manis dan memelukku kembali erat-erat. Kepalanya disandarkan di dadaku.

?Paa, sudah lama kita nggak begini?, katanya lirih. Bu Tadi sekarang kalau sedang bermesraan atau bersetubuh memanggilku Papa. Demikian juga aku selalu membisikkan dan menyebutnya Mama kepadanya. Nampaknya Bu Tadi menghayati betul bahwa Nia, anaknya yang cantik itu bikinan kami berdua.
?Pak Tadi sedang kemana sih maa?, tanyaku.
?Sedang mengikuti piknik karyawan ke Pangandaran. Aku sengaja nggak ikut dan hanya Nia saja yang ikut. Tenang saja, pulangnya baru besok sore?, katanya sambil terus mendekapku.
?Maa, aku mau ngomong nih?, kataku sambil duduk bersanding di tempat tidur. Bu Tadi diam saja dan memandangku penuh tanda tanya.
?Maa, sudah dua tahun lebih aku berumah tangga, tetapi istriku belum hamil-hamil juga. Kamu tahu, mustinya secara fisik, kami tidak ada masalah. Aku jelas bisa bikin anak, buktinya sudah ada kan. Aku nggak tahu kenapa kok belum jadi juga. Padahal bikinnya tidak pernah berhenti, siang malam?, kataku agak melucu. Bu Tadi memandangku.
?Pa, aku harus berbuat apa untuk membantumu. Kalau aku hamil lagi, aku yakin suamiku tidak akan mengijinkan adiknya Nia kamu minta menjadi anak angkatmu. Toh anak kami kan baru dua orang nantinya, dan pasti suamiku akan sayang sekali. Untukku sih memang seharusnya bapaknya sendiri yang mengurusnya. Tidak seperti sekarang, keenakan dia. Cuma bikin doang, giliran sudah jadi bocah orang lain dong yang ngurus?, katanya sambil merenggut manja. Aku tersenyum kecut.
?Jangan-jangan ini hukuman buatku ya maa, Aku dihukum tidak punya anak sendiri. Biar tahu rasa?, kataku.
?Ya sabar dulu deh paa, mungkin belum pas saja. Spermamu belum pas ketemu sama telornya Rina (nama istriku). Siapa tahu bulan depan berhasil?, katanya menghiburku.
?Ya mudah-mudahan. Tolong didoain yaa??
?Enak saja. Didoain? Mustinya aku kan nggak rela Papa menyetubuhi Rina istrimu itu. Mustinya Papa kan punyaku sendiri, aku monopoli. Nggak boleh punya Papa masuk ke perempuan lain kan. Kok malah minta didoain. Gimana siih?, katanya manja dan sambil memelukku erat-erat. Benar juga, mestinya kami ini jadi suami-istri, dan Nia itu anak kami.
?Maa, kalau kita ngomong-ngomong seperti ini, jadinya nafsunya malah jadi menurun lho. Jangan-jangan nggak jadi main nih?, kataku menggoda.
?Iiih, dasar?, katanya sambil mencubit pahaku kuat-kuat.
?Makanya jangan ngomong saja. Segera saja Mama ini diperlakukan sebagaimana mestinya. Segera digarap doong!? katanya manja.

Kami berpelukan dan berciuman lagi. Tentu saja kami tidak puas hanya berciuman dan berpelukan saja. Kutidurkan dia di tempat tidur, kutelentangkan. Bu Tadi mandah saja. Pasrah saja mau diapain. Dia memakai daster dengan kancing yang berderet dari atas ke bawah. Kubuka kancing dasternya satu per satu mulai dari dada terus ke bawah. Kusibakkan ke kanan dan ke kiri bajunya yang sudah lepas kancingnya itu. Menyembullah buah dadanya yang putih menggunung (dia sudah tidak pakai BH). Celana dalam warna putih yang menutupi vaginanya yang nyempluk itu aku pelorotkan. Aku benar-benar menikmati keindahan tubuh istri gelapku ini. Saat satu kakinya ditekuk untuk melepaskan celana dalamnya, gerakan kakinya yang indah, vaginanya yang agak terbuka, aduh pemandangan itu sungguh indah. Benar-benar membuatku menelan ludah. Wajah yang ayu, buah dada yang putih menggunung, perut yang langsing, vagina yang nyempluk dan agak terbuka, kaki yang indah agak mengangkang, sungguh mempesona. Aku tidak tahan lagi. Aku lempar sarungku dan kaosku entah jatuh dimana. Aku segera naik di atas tubuh Bu Tadi. Kugumuli dia dengan penuh nafsu. Aku tidak peduli Bu Tadi megap-megap keberatan aku tindih sepenuhnya. Habis gemes banget, nafsu banget sih.
?Uugh jangan nekad tho. Berat nih?, keluh Bu Tadi.
Aku bertelekan pada telapak tanganku dan dengkulku. Penisku yang sudah tegang banget aku paskan ke vaginanya. Terampil tangan Bu Tadi memegangnya dan dituntunnya ke lubang vaginanya yang sudah basah. Tidak ada kesulitan lagi, masuklah semuanya ke dalam vaginanya. Dengan penuh semangat kukocok vagina Bu Tadi dengan penisku. Bu Tadi semakin naik, menggeliat dan merangkulku, melenguh dan merintih. Semakin lama semakin cepat, semakin naik, naik, naik ke puncak.
?Teruuus, teruus paa.. sshh? ssh?? bisik Bu Tadi
?Maa, aku juga sudah mau? keluaarr?,
?Yang dalam paa? yang dalamm. Keluarin di dalaam Paa? Paa? Adduuh Paa nikmat banget Paa?, ouuch..?, jeritnya lirih yang merangkulku kuat-kuat. Kutekan dalam-dalam penisku ke vaginanyanya. Croot, cruuut, crruut, keluarlah spermaku di dalam rahim istri gelapku ini. Napasku seperti terputus. Kenikmatan luar biasa menjalar kesuluruh tubuhku. Bu Tadi menggigit pundakku. Dia juga sudah mencapai puncak. Beberapa detik dia aku tindih dan dia merangkul kuat-kuat. Akhirnya rangkulannya terlepas. Kuangkat tubuhku. Penisku masih di dalam, aku gerakkan pelan-pelan, aduh geli dan ngilu sekali sampai tulang sumsum. Vaginanya licin sekali penuh spermaku. Kucabut penisku dan aku terguling di samping Bu Tadi. Bu Tadi miring menghadapku dan tangannya diletakkan di atas perutku. Dia berbisik, ?Paa, Nia sudah cukup besar untuk punya adik. Mudah-mudahan kali ini langsung jadi ya paa. Aku ingin dia seorang laki-laki. Sebelum Papa tadi mengeluh Rina belum hamil, aku memang sudah berniat untuk membuatkan Nia seorang adik. Sekalian untuk test apakah Papa masih joos apa tidak. Kalau aku hamil lagi berarti Papa masih joosss. Kalau nanti pengin menggendong anak, ya gendong saja Nia sama adiknya yang baru saja dibuat ini.? Dia tersenyum manis. Aku diam saja. menerawang jauh, alangkah nikmatnya bisa menggendong anak-anakku.
Malam itu aku bersetubuh lagi. Sungguh penuh cinta kasih, penuh kemesraan. Kami tuntaskan kerinduan dan cinta kasih kami malam itu. Dan aku menunggu dengan harap-harap cemas, jadikah anakku yang kedua di rahim istri gelapku ini?

Selingkuh Pertamaku



Tidak pernah terbayangkan sebelumnya,
bahwa memasuki usia 35, kehidupanku menjadi begitu berubah.
Dulu aku tumbuh sebagai gadis yang polos dan taat.
Terutama juga karena lingkungan pendidikan yang cukup ketat dengan persaingan untuk berprestasi,
maka tidak pernah terpikirkan untuk menjalani masa pacaran yang erotis. Semua biasa-biasa saja, lurus-lurus saja.

Aku menikah pada usia 24 tahun, begitu selesai kuliah, dalam keadaan perawan. Selama 10 tahun perkawinanku, aku tidak pernah merasakan adanya masalah, kecuali bahwa aku selalu bertanya-tanya dalam hati, mengapa aku tidak pernah bisa merasakan orgasme vaginal. Aku baru bisa merasakan orgasme, kalau aku melakukan masturbasi setelah kami berhubungan seks. Ganjalan ini terus aku simpan sampai usia perkawinan kami 10 tahun.

Tetapi kemudian, aku mulai mencari jawaban melalui konsultasi-konsultasi seks di internet. Hal ini kulakukan karena untuk berkonsultasi langsung ke seksolog, terus terang aku malu. Kemudian aku bergabung di suatu forum seks untuk saling bertukar pikiran. Baru kuketahui bahwa ternyata suamiku menderita ejakulasi dini. Dan ini sudah berlangsung sejak awal perkawinan kami. Teman-teman di internet menyarankan kami untuk berkonsultasi, bahkan ada yang berbaik hati mengirimiku dengan artikel-artikel penyembuhan ejakulasi dini.

Tetapi semua sia-sia, karena sepertinya suamiku tidak pernah menyadari bahwa dia mengalami ejakulasi dini. Setiap kusindir, dia cuma bilang, "Tidak ada yang bisa lama begitu, itu kan cuma ada di film blue saja, yang pengambilan gambarnya juga dilakukan berkali-kali".

Jawaban begini membuatku terdiam, karena aku tidak mau menyinggung kelaki-lakiannya. Usaha penyembuhan ternyata agak sulit, karena hanya satu pihak yang menginginkan perbaikan, sementara pihak yang lain tidak menyadari adanya permasalahan yang walaupun bukan paling penting, tetapi cukup signifikan karena sudah berlangsung sekian lama. Komunikasi yang kurang baik di antara kami berdua, makin memperburuk hubungan kami. Walaupun orang melihat kami sebagai pasangan yang tidak pernah bertengkar, tetapi itu karena semua permasalahan tidak pernah dibicarakan.

Pencarian informasi di internet berjalan kurang lebih satu tahun. Sampai suatu ketika aku bertemu secara online dengan seorang pria bule yang bekerja di Jakarta, panggil saja namanya Pete.

Dalam setiap kesempatan kami bercakap-cakap melalui internet, saling curhat mengenai kehidupan rumah tangga kami yang terasa semakin hambar. Percakapan yang tadinya biasa-biasa saja, kemudian menjurus ke percakapan untuk saling memuaskan.

Pada malam-malam yang sepi, ketika semua orang sudah tidur, kami sering sama-sama bermasturbasi di depan webcam, sambil melakukan cyber sex maupun phone sex. Awalnya ini terasa seperti orang gila, tapi karena kebutuhan, sementara untuk berselingkuh langsung, terus terang aku tidak berani, maka apa boleh buat.

Hubungan erotik online berjalan kurang lebih selama 4 bulan. Selain karena kesibukan, juga karena kami tinggal di kota yang berbeda, sehingga harus menunggu jadwalku dinas ke Jakarta untuk bisa bertemu muka dengannya. Tetapi akhirnya kami bisa bertemu muka juga, setelah menunggu sekian lama.

Pertemuan pertama di Cafe O'lala Plaza Senayan. Cuma makan siang, dan bercakap-cakap biasa saja. Pete adalah seorang pria bule yang tampan, tubuhnya tinggi dan atletis. Usianya 42 tahun (seusia suamiku), dan kami sama-sama saling gemar membaca buku sastra. Tadinya kupikir dia kecewa setelah melihat penampilanku, seorang ibu umur 35 tahun berpenampilan sangat biasa, dan sudah punya anak 2. Tetapi malam harinya ketika kami bertemu lagi di internet, dia mengajak untuk bertemu lagi, suatu saat kalau masing-masing kami punya kesempatan.

Pertemuan kedua, beberapa minggu setelah pertemuan pertama, merupakan pertemuan yang direncanakan untuk saling memadu kasih. Buat Pete, mungkin sudah sekian banyak perempuan yang diajaknya berkencan. Tetapi buat aku, ini adalah yang pertama. Semalaman aku tidak bisa tidur, membayangkan apa yang akan kulakukan dengan seorang pria asing yang bukan suamiku.

Kami bertemu pada hari minggu siang. Pete menjemputku dengan mobilnya di Plaza Senayan. Dia mengajakku ke sebuah hotel.

"Aku harus mandi dulu, Pete. Tidak enak rasanya kalau keringatan begini", kataku.
"Ok, take your time", kata Pete.

Aku menyalakan shower dan bersiap untuk mandi. Ketika sedang kulepas pakaianku, tanpa kuduga, Pete masuk ke kamar mandi hanya dengan sehelai handuk di pinggangnya. Dia peluk tubuhku dari belakang, dan dia ciumi bahu dan pundakku.

Aku melenguh.., "Oh, Pete.. I have never felt this anymore for a long time".
"Yes, I know.., just enjoy it", bisik Pete sambil menggigiti daun telingaku, hingga makin membuatku menggelinjang dan melenguh-lenguh.

Lalu kami masuk ke shower yang sudah menyiramkan air panas. Pete menyabuni seluruh tubuhku. Meremas-remas buah dadaku, dan menciumi putingku.

"Pete, aku nggak bisa tidur semalam membayangkan semua ini", bisikku.
"Me, too", bisik Pete sambil mengenyot putingku satu persatu.

Aku permainkan penis Pete yang mulai mengeras. Memang lebih panjang dari milik suamiku. Dan ini adalah penis kedua yang pernah kulihat dan kupegang. Dia ternyata juga disunat.

"You're circumsized, Pete".
"Yes".
"Kapan Pete kamu disunat?"
"When I was born".

Tiba-tiba dia meregang, hanya beberapa saat dia sudah mengalami ejakulasi.

"Ah.. I am sorry, this is too fast. I feel so excited", kata Pete.
"Kamu nggak orgasme ya? Cuma ejakulasi kan?", tanyaku.
"Iya, but it's ok. Nanti juga bisa lagi kok", kata Pete yang bahasa Indonesianya cukup bagus.

Selesai dari shower, kami berpakaian lagi. Lalu kami duduk di sofa sambil ngobrol. Pete membuatkanku secangkir kopi.

"Aku suka kejujuran kamu mengenai seks", begitu kata Pete.
"Well, apa yang harus aku sembunyikan? But this is really my first time, Pete".
"I know.., and this is what you have been missing, kan?", kata Pete sambil memelukku.
"Iya, aku miss the romance. Bukan seks sebetulnya, but the romance".
"Iya, aku juga merasakan hal yang sama". Lalu kami berciuman.
"You know, aku suka BH kamu", kata Pete.

Sebuah isyarat yang lalu membuatku melepaskan kancing bajuku satu persatu. Melihat bajuku terbuka, Pete menyentuh pundakku dengan ujung jemarinya.

"I really wanted to kiss you here last nite", bisik Pete.
"Then kiss it, Pete. You know, I am all yours now".

Pete menciumi bahuku, lalu terus turun sampai ke bagian atas payudaraku. Dengan gigi-giginya, disibakkannya BH yang menutupi buah dadaku.

"Kamu suka ini diapakan?", bisik Pete.
"Being kissed, and sucked, and nibbled", jawabku di tengah desahan akibat nikmat yang ditimbulkan oleh lidah dan gigitan-gigitan kecil Pete di putingku.

Pada saat yang sama, aku elus-elus penis Pete dari luar celananya. Terasa bahwa penisnya mulai mengeras, sehingga tampak menggunduk di celananya.

"Can I open the zipper, Pete?" Pete hanya mengangguk sambil terus mengulumi buah dadaku. Sementara jemariku, setelah berhasil membuka ritsleting celananya, mulai mengelus-elus kepala penis Pete yang licin.

Pete melepaskan celananya. Lalu aku kulum penisnya. Di ujung sedikit, untuk menggodanya. Dia melenguh panjang. Lalu aku jilati kepala penisnya, keluar beberapa tetes awal air mazinya. Kujilati terus penisnya, dari kepala, lalu turun, lidahku melingkar-lingkar di sepanjang penisnya. Sementara itu tangan Pete mulai menggerayangi sekujur tubuhku. Aku hisap-hisap penis Pete yang panjang dan keras. Kuberi gigitan-gigitan kecil hingga membuatnya terengah-engah.

"You look so beautiful down there", kata Pete sambil mengelus pipiku. Aku tersenyum menatap sambil lidahku terus menjilati penisnya.

Dalam hal oral sex, aku memang lumayan ok. Karena aku tahu bahwa suamiku sangat menyukainya, maka aku belajar dari beberapa film blue yang pernah kutonton, sehingga aku bisa memberikan oral sex yang kaya dengan variasi.

Tiba-tiba kaki Pete mengejang.

"Ahh..", serunya.

Cairan sperma muncrat dari ujung penisnya yang masih berada di dalam mulutku. Aku jilati terus penisnya, dan sperma yang telah muncrat seperti air mancur.

"Are you sure you want to swallow it?", tanya Pete, ketika melihatku terus menerus menjilati muncratannya. Aku cuma mengangguk, karena mulutku masih penuh dengan penisnya.

Pete, terkulai lemah di sofa. Ditariknya tubuhku dari tempatku berlutut di hadapannya. Diciuminya bibirku dengan penuh rasa terimakasih.

Setelah membersihkan diri, kami berpakaian lagi, lalu mengobrol lagi. Sambil saling meraba tubuh masing-masing. Kami berciuman cukup lama. Sampai kemudian terasa bahwa Pete sudah siap untuk bertempur lagi. Kami masih duduk di sofa. Kali ini aku naik ke atas tubuhnya. Kuciumi wajah Pete, dan kukulum bibirnya yang membalas memagut bibirku.

Masih dengan pakaian lengkap, aku gesek-gesekkan vaginaku ke gundukan penisnya yang mulai mengeras kembali. Pete meraih putingku dari balik bajuku, dan meremas-remasnya. Kemudian dia mendorongku untuk berlutut kembali di hadapannya. Dan aku memulai aksiku dengan kembali menjilati penisnya yang sudah kencang lagi. Dua kali Pete mengalami orgasme dari oral sex yang kuberikan. Aku puas karena dia tampak puas.

"I really want to make love to you", kata Pete di sela-sela ciuman kami.
"Aku nggak bisa, Pete. Aku belum siap untuk make love sekarang"
"Tapi kamu jadinya nggak orgasme"
"It's ok, Pete. Bukankah aku sudah bilang, that I just miss the romance? Well, may be next time", kataku sambil mengecup bibir Pete.
"Iya, next time will especially be for you", balas Pete dengan kecupan yang sama membaranya.

Sorenya, Pete mengantarku ke stasiun Gambir. Aku harus pulang ke Bandung, kembali ke keluargaku. Ada sedikit kegundahan, penyesalan, kekecewaan pada diriku sendiri.

Tapi pengalaman pertama ternyata merupakan suatu titik balik kehidupanku, suatu langkah awal dari adventure-adventure selanjutnya. Aku baru tahu, ternyata tidak perlu cantik untuk bisa berselingkuh dengan banyak pria. Aku baru tahu, bahwa pada umurku yang 35 tahun, tidak hanya pria 40+ yang dapat kuajak berkencan. Tidak sedikit pria muda yang juga suka berpetualang dengan ibu-ibu yang lebih tua.

Jalan pencarianku ternyata masih sangat panjang. Cerita yang akan kututurkan pun ternyata masih akan terus beruntai.


E N D

Vina Teman Adikku



Vina kutemui ketika mengantar dan menghadiri wisuda adikku Feby si bungsu,
di sebuah universitas terkenal di Bandung.
Ketika itu aku berperan menjadi sopir keluarga karena harus mengantar jemput keluarga yang datang dari Sumatra.
Si bungsu ini adalah cewek terakhir di keluargaku yang menjadi sarjana.
Dalam usia 21 tahun, dengan otaknya yang encer ia menjadi sarjana tercepat di keluargaku.

Eh bukan mau cerita tentang Feby nih, tetapi temannya, si Vina mojang geulis yang wajahnya Bandung banget itu. Mereka sama-sama wisuda, meski dari jurusan yang berbeda. Feby di HI, sedang Vina di Ekonomi. Pendek cerita, usai mengantar Feby adikku dan orang tua dari Medan ke arena wisuda, tiba tiba datang perintah dari Feby.

"Bang, please, darurat nih, tolong jemput temanku Vina di Salon XX, udah jam segini bokap nyokapnya belum nyampe. Ntar nggak dapat tempat duduk lagi.." katanya dengan wajah memelas.
"OK, putri duyung, yang dekat PLN itu kan? Ah, gimana aku bisa tahu wajahnya?"
"Yang paling cantik di salon dan pakai kebaya krem, itu sudah pasti Vina! Jangan coba merayu, ntar aku kasih tahu kakak di rumah lho.."
"OK bawel.." Meski macet, cuma 5 menit kemudian aku telah mencapai salon tempat Vina menunggu. Wah, itu dia, pikirku melihat cewek pakai kebaya krem tengah memijit- mijit ponsel. Sialan si Feby, nomor HP-nya tidak diberi kepadaku. Begitu dekat aku langsung menyapanya.
"Vina ya?"
"Hmm.. Bang John ya, sorry nih merepotkan, bokap masih jauh di jalan Bang.."
"Oh, nggak pa-pa Vin, santai aja, lagian kan dekat.."

Aku membukakan pintu Taft bututku dan dengan sedikit kesulitan dia naik. Tubuhnya dibalut kebaya, benar-benar seksi. Kututup pintu dan pelan pelan aku jalankan mobil. Aku bisa memperkirakan Vina tingginya 167 cm, beratnya sekitar 50-51 kg. Dengan model kebaya yang dadanya agak tinggi, payudaranya pasti berkisar 36B. Usianya pastilah masih seumur dengan adikku Feby, 21 atau 22 tahun. Bandingkan dengan aku yang sudah 35 tahun. Lho buat apa lagi dibandingkan, maksudku ini adalah cewek tipeku.

"Bang, Kakak nggak ikut?"
"Kakak siapa Vin?" tanyaku berlagak bego.
"Kakak istri Abang.." Buset, kapan dia kenalan sama bini gue ya, pikirku.
"Oh, ada di rumah Vin, eh di sekolah antar si kecil.." Alamak, kok jadi grogi gini gue.
"Beberapa kali Vina ke rumah ama Feby, Abang selalu di luar kota.."
"Hehehe.. Biasalah Vin, cari sesuap nasi ama segenggam berlian.."
"Hihihi.. Si Abang bisa aja.."
"Hmm.. Kamu udah ada yang dampingi nih di wisuda nanti..?" tanyaku.
"Belom nih Bang.. Cariin dong.."
"Ah, masak cewek secakep kamu nggak ada yang dampingi.."

Aku mulai memasang jerat. Benar saja, wajahnya langsung bersemu merah. Aku tahu bahwa Vina ini adalah tipe cewek yang ramah, sedikit cerdas tetapi sialnya dia juga termasuk grup penggoda, hehehe..

"Terus, ntar mau kerja atau lanjut nih Vin?" tanyaku basa basi agar tidak terlalu ketahuan sedang menebar jerat.
"Bokap bilang sih lanjut ke Amrik, gue sih masih pengen main dulu Bang.."
"Lho disuruh sekolah kok malah main.. belum puas main sama teman teman..?"
"Iya nih Bang, cowok gue belum tamat hahaha.."
"Lho tadi bilangnya belum ada pendamping..?"

Karena keasyikan mengobrol, kami tahu-tahu sudah sampai di gerbang masuk. Feby melambai-lambai dan kemudian mendekat.

"Hi Vin, ngobrol apa sama Abang gue? Hati hati lo, gue kurang percaya tuh sama Abang gue.." Ah, sialan si Feby menjelekkanku lagi.
"Ah, nggak kok Vin.. Lagian kalau gue dirayu juga berarti gue emang cantik, hihihi.."

Aku tinggalkan mereka menuju tempat parkir. Buset dah, benar-benar nasib seorang sopir, habis mengantar penumpang eh tamu masih juga harus keringatan mencari tempat parkir. Tapi karena habis ngobrol sama cewek keren lelahnya tidak terasa juga. Hmm.. Vina, aku suka lihat wajahnya, bodinya alamak. Kulitnya yang putih bersih tampaknya dirawat dengan baik. Semasa kuliah dulu aku suka mengatakan bahwa cewek-cewek seperti Vina ini Bandung sekali atau Jawa sekali sesuai dengan asalnya. Aku sih, Sumatra sekali, hehehe. Menurut istriku aku tidak ganteng-ganteng amat, yang ganteng mah si Mamat, hehehe.. Memang istriku sekarang bukan yang pertama tapi yang terakhir juga bukan.

Usai wisuda aku masih harus mengantar adikku Feby, orang tua, istri dan kedua anakku ke restoran Sunda untuk merayakan hari bahagia si bungsu bawel itu. Ketika tiba di parkiran, Feby mengangsurkan ponselnya dengan berbisik. Barangkali takut dilihat oleh istriku.

"Bang, sini nih, Vina mau ngomong.. Awas jangan rayu-rayu ya.." ujarnya.
"Halo.. Vina ya.. Selamat ya Vin, sampai tadi lupa ngucapin selamat, hehe.."
"Makasih Bang, makasih banget lo jemputannya.. Hmm.. Ntar kapan-kapan, Abang Vina undang datang ya.." Kubayangkan Vina dengan senyum manisnya. Dia mau ngundang aku dan keluarga atau aku sendiri ya, pikirku agak surprise. Ah, gue yakin dia ngundang aku sendiri nih! Gak papa-lah ge-er dikit.
"OK deh, sayang.." Uppss, baru kenal gue bilang apa tadi?
"Sayang nih.. Ntar ditimpuk sama bini loh Bang.."
"Hehehe.. Nice to meet you Vin, salam sama keluarga ya.." kataku, yang ini agak keras agar Feby nggak curiga. Sedang istriku sibuk bermain dengan kedua anakku, jadi nggak perlu kuatir. Ah, sial lagi.. Aku tidak sempat mencatat nomor HP-nya. Tapi toh nanti malam masih bisa lihat di ponsel Feby kok, pikirku mulai keluar isengnya. Dua minggu setelah acara wisuda tersebut tiba tiba aku menerima SMS.

"Bang, lagi di mana nih.. Ada acara nggak? Vina" Hah? Gak salah nih, pikirku. Dengan pura pura menahan diri, 5 menit kemudian baru aku jawab dengan menelepon langsung. Tengsin dong SMS balik.
"Hai Vin, apa kabar? Aku lagi di Jakarta nih.. Lagi makan nih ama teman-teman di.." kataku menyebut suatu tempat di Plaza Senayan.
"Nah, itu dia.. Vina juga lagi di Jakarta nih Bang, lagi boring.."
"Lho.. Aku pikir jadi ke Amrik" kataku sekenanya.
"Males Bang, Vina lagi di tempat sodara nih.. Abang kapan pulang Bandung?"
"Lusa.. Kamu?"
"Iya, boleh dong kita pulang bareng.. Vina naik kereta Bang" Buset dah, benar kan kata gue, Vina tipe penggoda.
"Hmm.. Gimana ya.." kataku sok ragu, padahal udah pengen banget.
"Kita lihat nanti ya, Vin. Ntar sore Abang telepon kamu. Eh, Feby tahu nggak kamu ada di Jakarta?"
"Nggak Bang, mau Vina kasih tahu sama Feby dan istri Abang?"
"Haha.. Bukan gitu maksudku, ok deh ntar jam 5 sore Abang telepon kepastiannya ya.." kataku bersorak.

Memang kalau rejeki nggak bakal lari ke mana-mana. Cepat-cepat aku bereskann tugasku di Jakarta. Sebetulnya sore ini juga sudah selesai tapi teman-teman di Jakarta seperti biasa suka mengajak main bilyar dan karaoke. Jadi sorry friends, kali ini aku ada urusan penting, mesti cabut. Jam 5 sore aku telepon Vina. Aku bertanya dia sedang apa, kalau boring mengapa tidak jalan-jalan bersama saudara atau teman-temannya.

"Abang ada acara nggak ntar malam? Ajakin Vina nonton dong?" Katanya dari seberang sana.
"Ok Vin, gue takut macet, gimana kalau kita ketemuan di 21?"

Pendek cerita, Vina dengan jeans ketat dan T-shirtnya aku temui di 21. Dia sudah beli tiket untuk berdua. Mentang-mentang kaya, tiket saja dibelikan olehnya. Aku tidak ingat apa judulnya. Yang jelas begitu masuk gedung bioskop, aku gandeng tangan Vina seperti yang diinginkannya. Vina memulai sinyal dengan mengatakan sedang boring, ingin jalan dan sebagianya.

Kubelai rambutnya dan seperti sudah kuduga, dia merebahkan bahunya sepanjang film berputar. Tak ada penolakan ketika jemariku menyusup ke balik T-shirt dan branya. Semua lancar. Ia melenguh ketika kupelintir putingnya dan kuelus perutnya. Ketika jemariku menyusup ke sela-sela pahanya, ia berbisik..

"Jangan di sini Bang.."

Itu sudah sesuai dengan harapanku dan harapannya. Aku juga sudah tegang sekali ketika keluar dari gedung bioskop. Di dalam mobil, seperti harimau kehausan kami berciuman dengan gairah. Aku suka suara lenguhnya, kepasrahannya ketika kusedot putingnya dan jariku menelusup ke celah-celah memeknya yang sudah basah sekali. Tubuh Vina bergetar. Aku ingin membuatnya menjadi wanita yang sesungguhnya ketika berhubungan intim.

"Vina, Abang pengen jilat memek kamu sayang.."
"Hmm.. terus Bang, Vina udah nggak tahann.."

Bulu-bulu halus memeknya kusibak, kelentitnya yang sudah mengeras sungguh nikmat dikulum. Aromanya sungguh harum dan bentuknya tampak terawat. Tubuhnya sampai bergetar getar menahan nikmat. Tangannya aku arahkan meremas kontolku. Tetapi ternyata dia lebih suka blow job. Pada saat yang sama aku tidak menyia-nyiakan kesempatan meremas dadanya yang montok. Apa boleh buat, di mobil yang sempit ini harus terjadi pergumulan yang menggairahkan. Aku pastikan tidak ada manusia yang melihat kegaduhan nikmat ini. Jangan sampai kepergok Satpam karena bisa malu.

Sedotan lidahnya sungguh membuatku melayang jauh. Tanganku tak henti meremas payudaranya yang indah dengan puting kecoklatan yang sudah mengeras. Pada saat lain aku pelintir dan sedot putingnya hingga membuatnya semakin basah. Karena di depan terlau sempit, aku mengajaknya pindah ke jok belakang. Vina dengan tak sabar melepas celana dalam hitamnya. Aku sungguh terangsang melihat wanita dengan CD hitam, sepertinya Vina tahu selera seksku, heheh..

Tampaknya Vina adalah tipe cewek blowjob mania karena ia terus saja mengoral batangku. Kupikir hobinya ini sejalan dengan hobiku mengoral memek cewek. Kuberi isyarat agar ia mengambil posisi 69 dengan aku di bawah. Vina mengangguk lemah. Aku suka melihat matanya yang sayu. Gila, memek si Vina memang OK, masih kelihatan garis vertikalnya dengan kelentit yang sungguh imut dan mengeras. Segera kuremas pantatnya dan kujilat perlahan paha dalamnya sebelum memasuki area memeknya. Vina melenguh hingga aku makin terangsang dengan suaranya yang sendu.

"Ouhh.. Please Johnn.. Kamu apain memekku say, enak bangett!"
"Hmm.." hanya suara itu yang keluar dari mulutku sambil menyeruput cairan memeknya yang mulai banjir. Sementara jemari Vina yang halus masih menggenggam kontolku
"Say.. Vina nggak tahan.. Vina mau keluar sayang.. Terus terus.. Isep kacangku.. Ahh!"

Aku memang selalu ingin memuaskan cewek-cewek yang making love denganku. Menurutku ini adalah salah satu rahasia cewek-cewek selalu ketagihan ngentot denganku. Perlakukanlah wanita dengan gentle, jangan egois. Mereka adalah makhluk yang butuh perhatian dan belaian. Jangan bersikap bodoh meninggalkan mereka meraung-raung karena tak terpuaskan. Ada saat tertentu kapan kita membuat mereka tak bisa berhenti. Vina akhirnya mencapai orgasme. Ia terduduk lemah namun tangannya masih menggenggam batangku yang masih ngaceng dan berdenyut-denyut.

"Makasih ya Bang, Abang sungguh laki-laki yang baik! Sekarang Vina pengen memuaskan Abang.." Nah lo, benar kan kataku, jika puas wanita sebetulnya tidak egois.
"Iya Vina cantik, kamu istirahat dulu.. Gak usah terburu-buru, kita masih punya waktu sampai besok kan?"
"Ih, Abang nakal.." katanya sambil meremas kontolku.
"Sekarang Vina pengen lagi Bang.. Pengen dimasukin sama kontol Abang.."
"Tapi kamu kan masih perawan Say..?"
"Lho kok Abang tahu sih?"
"Kan Abang sudah periksa tadi, hehehe.."
"Ihh.. Nakal deh.. Vina jadi malu.." katanya manja.
"Vin, Abang sayang kamu, tetapi untuk memerawani kamu Abang sungguh nggak tega.."
"Tapi kan Vina yang mau.. Please Bang.. Vina rela"
"Vin, kalau dengan oral saja kamu bisa orgasme, ngapain harus sampai berdarah?"

Yang benar benar tidak kuduga, Vina menangis. Wah, kacau deh.. Tapi aku tidak ingin bicara lagi. Perlahan kukecup bibirnya, kuhapus airmatanya dan benar pemirsa eh pembaca, gairahnya mulai naik kembali. Segera dikulumnya kontolku. Hmm.. Enak sekali. Dan aku kembali mengajaknya ke posisi VW (Vosisi Wenakk), favoritku mengerjai memek cewek dari belakang alias posisi 69. Aku berkonsentrasi agar kali ini spermaku dapat muncrat di mulutnya. Tipe cewek pehobi blowjob adalah penyelesaian akhir harus di mulutnya. Kusedot kelentit Vina dengan lembut tetapi kuat dan itu cukup membuatnya makin menguatkan sedotannya pada kontolku. Memek Vina memang beraroma perawan, cairannya sungguh kental dan aku senang menelannya. Kontolku berkedut-kedut seakan mau muncrat, tetapi kutahan. Aku ingin kali ini aku dan Vina mencapai orgasme bersamaan.

"Ohh.. Johnn.. Fuck me please, pengen keluar say.. Ouhh.." teriaknya.

Itu adalah pertanda bahwa kurang dari 1 menit lagi dia akan mengalami orgasme. Jadi sebetulnya orgasme bisa diukur alias terukur. Kupercepat sedotanku pada kedelai Vina yang memerah sambil tanganku berusaha meraih payudara dan putingnya. Kuremas untuk memberi extra kenikmatan padanya.

"Auhh.. Johnn.. Vina keluar.. Ahh.. Ahh.." lenguhnya panjang.

Dan seperti yang kuperhitungkan akhirnya aku juga mengeluarkan pejuku dan muncrat ke wajahnya. Dapat kurasakan mulut Vina menyeruput kontolku dengan cepat. Aku sampai kehabisan kata-kata untuk melukiskan bagaimana perasaan nikmatku! Kupeluk Vina dan kubelai rambutnya, sambil say thanks! Aku tahu bahwa Vina bakal ketagihan. Aku sebenarnya ingin menceritakan lanjutan perjalanan yang menggairahkanku ke Bandung dengan Vina. Seluruh sensasi yang aku dan Vina dapatkan.

Ternyata Vina juga menyukai ngentot sambil berdiri. Di beberapa lokasi kami terpaksa berhenti mencari tempat rimbun pepohonan. Vina segera menyender di batang pohon dan dengan nafas terengah-engah melepaskan celananya. Posisi yang menggairahkan. Dengan berjongkok aku isep memeknya yang cepat basah itu. Kadang ia menungging dan aku sedot itilnya dari belakang. Aku juga mencapai orgasme dengan menggosok-gosok memeknya dengan batangku. Percaya atau tidak bahwa Vina masih tetap perawan sampai akhirnya dia berangkat ke Wisconsin, USA untuk melanjutkan studi. Sekarang aku masih merindukannya. Ia masih sering merngirim SMS dengan untaian kata kata, jilat, jilat dan jilat say. Entahlah, apakah masih ada cewek yang seperti dia di antara pembaca, i do hope!


E N D

Di Atas Panggung



Aku punya sebuah kebiasaan sejak lama.
Aku suka sekali bila tubuhku dipandangi dengan bebas.
Mungkin karena aku terlalu mencintai tubuhku. Aku selalu merawat tubuhku agar tetap indah untuk dipandangi orang lain.
Aku merawat kulit, rajin mandi susu, wax juga kulakukan. Dadaku sangat montok. Ukuran 36B, perutku rata, dan aku masih perawan. Aku suka bila dilihati tetapi tidak suka dijamah. Vaginaku sangat indah bila kuperhatikan, karena bulunya tidak begitu lebat, juga tidak tipis. Aku benar-benar mencintai tubuhku.

Hari itu aku dapat voucher menginap di sebuah hotel di Bali. Tadinya aku ingin mengajak teman-temanku. Tetapi aku berpikir mungkin aku ingin sendiri dulu.

Aku suka memakai bra yang mendorong dadaku naik. Sehingga dadaku terlihat lebih besar. Aku juga suka mengenakan rok pendek dan G string. Hari itu aku mengenakan rok yang sangat pendek hanya sepantat. Dan aku memakai kaos ketat berwarna putih dengan bra yang membuat dadaku sehingga terlihat lebih besar. Saat di toilet sebelum check in, aku sadar bahwa dadaku akan tampak lebih indah bila tidak dibungkus bra. Maka aku lepas braku hingga para tamu melihat padaku karena aku cantik, sexy dan tinggi seperti model-model porno yang mereka lihat di majalah.

Hari itu sangat panas. Aku merasa sangat horny. Ketika masuk ke kamar, aku langsung membuka jendela balkon. Kulihat, di sana langsung menghadap pantai, beberapa kelompok orang sedang berdiri memandang ke hotel arahku. Lalu aku bertambah horny. Aku membuka kausku begitu saja, duduk di balkon kamarku. Mata-mata mereka memandangi dadaku yang telanjang dan mencuat itu. Aku berniat memanas-manasi mereka sambil pura-pura tidak peduli.

Aku meraba dadaku dan mencubit putingnya. Aku merasakan sensasi menggelitik. Mungkin karena aku sedang ditonton, juga karena memang aku sedang horny. Aku membelai perutku dan menurunkan sedikit rokku. Mengelus-elus paha dan pangkal pahaku sementara tatapan mereka semakin nyalang. Aku pura-pura tidak melihat dan tenggelam dalam duniaku sendiri. Aku menyusupkan tanganku ke dalam rok dan mengusap-usap vaginaku yang mulai basah. Lalu aku mengeluarkan tanganku dan menghisapnya.

Kemudian aku menungging di atas kursi dan menggosok-gosokan dadaku di kursi seperti kucing, lalu menggosok-gosokan vaginaku di lengan kursi. Seakan aku juga terjebak dalam permainanku sendiri, aku menyambar handuk dan menutupi dadaku. Lalu aku menurunkan rokku dengan dramatis, agar mereka bisa melihat pantatku yang indah. Aku sengaja lebih menungging lagi agar mereka bisa melihat vaginaku dari belakang.

Aku merasa penontonku semakin banyak. Aku semakin berani. Kunaikkan kakiku di atas pagar balkon dan duduk di kursi dengan handuk menutupi dadaku. Lalu aku merentangkan kakiku selebar-lebarnya dan mengusap-usap klitorisku. Seluruh tubuhku menggelinjang keenakan dan aku melenguh. Semakin lama aku menggosok vaginaku semakin cepat. Sentuhan di benjolan itu membuat tubuhku menggila. Aku berusaha menahan agar aku tidak cepat-cepat orgasme. Aku menggosoknya lebih pelan dan agak turun intensitasnya. Lalu kupercepat lagi. Aku hampir menjerit saking nikmatnya. Lalu aku membuka vaginaku dengan tangan kanan dan tangan kiriku masih menggosok vaginaku dengan penuh nafsu.

Aku hampir orgasme. Aku benar-benar menjerit keenakan. Kulihat mereka terbengong dengan penuh nafsu. Dan aku pun akhirnya orgasme. Aku merentangkan kakiku semakin lebar dan kumasukkan tiga jari sekaligus ke liang vaginaku. Kukeluarmasukkan di permukaannya karena aku takut menerobos keperawananku.

Aku menutup mata dalam posisi jari dalam vagina. Beberapa saat kemudian, aku mengusap vaginaku lagi, kali ini dengan tangan meraba-raba dadaku sehingga handukku pun terjatuh. Aku menggosok-gosoknya sampai aku terduduk lemas saking enaknya. Lalu aku menjilat jari-jariku dengan tatapan nakal.

Mereka akhirnya tersadar bahwa aku melakukannya dengan sengaja. Tetapi aku tidak peduli. Mereka bertepuk tangan. Lalu aku berjalan masuk padahal aku semakin terangsang. Aku bermasturbasi dalam kamar sekali lagi. Hari itu sangat luar biasa bagiku.

Pada hari kedua, aku pergi ke kafe sendirian. Aku sedang dalam nafsu tinggi karena kemarin. Aku memakai rok mini dan bikini tipis yang menunjukkan jelas putingku. Aku tidak memakai celana dalam. Di kafe itu, lampunya cukup remang. Kemudian seorang cowok mendekatiku

"Mbak, sendirian?" tanyanya.

Kulihat tampangnya lumayan. Aku tersenyum dan bergeser untuknya. Ia terus melihat pada dadaku yang menjulang. Kukatakan padanya dengan blak-blakan..

"Kuizinkan kamu melakukan oral sex padaku. Tapi kita harus melakukannya di sini." kataku.
"Di sini?", tanyanya sambil melihat ke sekeliling kafe remang itu.
"Takut?" tantangku. Dia menggeleng.

Ia melumat bibirku sementara tangannya menjelajahi buah dadaku.

"Gue bener-bener beruntung! Lanjutinnya dimana?"
"Nggak ada lanjutin. Aku cuma mau kamu ngoral aku." kataku. Ia berhenti sejenak.
"Bagianku?"
"Mau nggak?" tanyaku menuntun tangannya menyusup di balik rok dan menyentuh vaginaku yang basah.

Ia menggigit putingku dari luar bikini. Aku menggelinjang dan mulai bersandar santai pada sofa. Ia meremas-remas dadaku sementara tanganku bermasturbasi sendiri. Aku menjerit kecil sehingga mata-mata nakal mulai melihat. Aku bertambah basah. Dia melepaskan bikiniku dan melumat dadaku sementara aku memangkunya. Aku merasakan penisnya menegang. Ia melumatku semakin dahsyat dan aku menjerit lagi. Ia lalu menyusupkan tangannya ke dalam celana dalamku dan menggosok naik turun vaginaku. Aku terkikik antara geli dan nikmat.

Ia berjongkok dan kuturunkan rokku ketika aku masih berdiri dengan dada telanjang. Pandangan mesum mengarah padaku tetapi aku tidak peduli. Mukanya telah menghadap tepat pada vaginaku yang kubuka lebar. Saat lidahnya menjilat, aku merasakan sensasi luar biasa. Tubuhku menggelinjang nikmat. Ia menjilat sambil jarinya terus menggosok vaginaku. Aku menjerit-jerit. Lalu jarinya dimasukkan ke dalam vaginaku. Sakit rasanya. Aku takut kehilangan keperawananku.

"Aku masih perawan." ujarku. Ia tertawa. Sebagai balasannya, ia menggigit kecil klitorisku hingga aku menjerit.
"Tenang aja" jawabnya.

Lalu ia memasukkan jarinya pelan-pelan. Rasanya aneh. Lalu ia memutar-mutar jari-jarinya di dalam vaginaku. Aku mulai merasakan nikmatnya. Aku mengangkat pantatku dan meminta lebih. Ia mulai mempercepat gerakan jarinya sambil juga menjilat klitorisku. Sesekali digigitnya. Aku tidak tahu lagi aku dimana. Aku hanya merasa nikmat. Mereka juga memandangiku. Aku begitu bahagia. Aku orgasme. Aku benar-benar lemas. Tiga kali aku dibuatnya orgasme tanpa ia perlu melepas celana.

Kemudian ia memakaikan rok dan bikiniku. Ia melumat bibirku saat kami selesai. Ia berkata dengan nada lembut dan nafas berderu..

"Aku mau lebih. Aku mau merawanin kamu." katanya. Aku tersenyum
"Nggak bisa." kataku.
"Kenapa?" tanyanya.
"Buat aku jatuh cinta." kataku.

Ia membuktikannya. Ia mengabulkan apa mauku. Kami berulang kali bercinta di hadapan umum. Semakin hari semakin gila. Aku tidak ingin pulang dibuatnya. Suatu hari kami bercinta di pantai. Di lain hari kami bercinta di laut. Kami berkali-kali memotret diri sendiri dan merekamnya untuk kami tonton sendiri ataupun untuk disebarkan. Saat menontonnya sendiri ataupun menyaksikan orang lain yang menonton, kami menjadi horny dan bercinta di mana saja selama belum diusir.

Tetapi akhirnya aku meninggalkannya saat pulang ke kotaku. Aku masih lebih suka mempertontonkan diri sendiri. Kali ini aku berani menggunakan vibrator.

*****

Akhirnya aku bisa benar-benar jatuh cinta pada seseorang. Ia adalah kakak temanku. Hari itu aku dan teman perempuanku sedang menonton film porno di rumahnya. Kami sama-sama suka bermasturbasi. Saat itu kami sedang bugil, lalu aku sadar bahwa kakaknya ada di kamar sebelah. Lalu muncul ide gila ini. Kami akan melakukan adegan sex dengan pintu terbuka. Saat itu orang tua temanku sedang tidak ada.

Aku buru-buru melepas pakaianku, tetapi masih memakai G String. Lalu aku duduk di kursi kulit dan menghadap pintu. TV kami matikan. Temanku yang ternyata biseks mulai menjelajahi dadaku. Rasanya aneh. Antara sesama wanita rasanya begitu lembut walau aku tidak begitu horny dengannya. Lalu jarinya menjelajah ke vaginaku. Lalu kakaknya keluar hingga ia terpaku mendengar desahanku. Saat itu temanku sedang memasukkan vibrator dalam vaginaku. Aku menggelinjang keenakan sambil menggosok-gosok klitorisku sendiri. Temanku tertawa nakal. Lalu kakaknya masuk dalam kamarnya dan membentak..

"Ngapain lo berdua?"

Kami pura-pura terkejut. Ia benar-benar marah pada adiknya. Tetapi ia tidak marah padaku. Jadi kutunjukkan saja lebih demonstratif untuknya. Aku mencabut vibrator dan berjalan ke arahnya dengan telanjang bulat. Ia terpaku melihatku dengan agak salah tingkah. Aku menciumnya. Ia tidak membalas. Tetapi aku tidak menyerah!

Aku duduk di hadapannya dan menaikkan kakiku satu-satu. Kurentangkan selebar-lebarnya. Ia terbelalak melihat vaginaku. Aku bangga akan tubuhku. Aku bermasturbasi di hadapannya. Aku sangat menyukainya. Ia membuatku lebih horny lagi. Ketika aku hampir memasukkan vibrator, ia mendekatiku. Melumat bibirku dan turun sampai ke vaginaku. Aku membuka pakaiannya. Kami sama-sama berdiri. Tadinya aku hampir orgasme tetapi tidak jadi.

"Aku suka kamu" kataku. Ia tidak bereaksi.

Ia menciumi tengkukku dan tangannya menggerayangi tubuhku. Aku menidurinya dan memegang penisnya yang mengeras. Temanku keluar sambil tersenyum padaku. Aku mengocok penisnya dan menjilatinya. Sesekali menggigit kepalanya. Ia mengerang. Lalu aku menggosok-gosok penisnya pada vaginaku.

Penisnya cukup besar hingga aku agak takut dan terus melumatnya. Semakin lama aku semakin menikmatinya. Rasanya seru. Aku terus menjilat dan berusaha memasukkan penisnya dalam mulutku. Aku menggigit-gigitnya dan sesekali memainkan zakarnya. Ia mengerang keenakan sampai akhirnya ia orgasme. Aku menelan semua spermanya. Aku tertawa senang. Lalu ia balik menerkamku. Vaginaku habis dijilat dan digigitinya. Ia bagaikan singa gila. Dan dia adalah pria paling hebat dalam melakukan oral sex yang kutahu selama ini. Aku orgasme sampai empat kali!

Dia lalu memasukkan penisnya dalam vaginaku. Aku dan dia sama-sama mendesah-desah keenakan. Aku merasakan denyutan di vaginaku semakin kuat hingga aku menjerit keenakan. Sementara dia juga sesekali menjerit. Kami benar-benar gila. Sesekali ketika aku berkata akan orgasme, ia berhenti dan mengganti posisi. Aku benar-benar lemas dia buat. Ia hebat sekali dalam bercinta. Ketika akhirnya aku dan dia sama-sama orgasme, itu adalah orgasme yang paling yang pernah kurasakan.

Aku takkan pernah melupakannya. Nikmatnya masih terasa setelah setengah hari berlalu. Ketika mengingatnya, aku jadi sering bermasturbasi sendiri. Bahkan terkadang di hadapan umum sekalipun bila aku sedang horny sekali.

E N D

Cindy Kuslalu Mengenangmu



Cerita Dewasa ini terjadi antara Ryan dan Cindy, teman kuliah di Yogyakarta.
Namaku Ryan, umurku 22 tahun dan aku sekarang sedang menyelesaikan kuliah di sebuah PTS di Yogyakarta.
Pengalaman ini terjadi tiga tahun yang lalu ketika aku masih kuliah di Bandung.
Sudah lama memang, tapi aku selalu ingat akan kejadian itu dan tak akan pernah aku melupakan satu nama : Cindy. Walau hingga sekarang pun akan selalu kukenang saat-saat indah bersamanya.
Aku akrab dengan Cindy karena ia adalah cucu dari ibu kostku. Cindy lebih tua 2 tahun dan dia anak Surabaya, sedang kuliah di Bandung hanya beda kampus denganku. Yang aku tahu, kedua orangtuanya sudah pisah ranjang selama dua tahun (tapi tidak bercerai) dan Cindy ikut tinggal bersama neneknya (ibu kostku) ketika ia masuk kuliah. Mungkin terlalu panjang kalo kuceritakan bagaimana prosesnya hingga kami berpacaran. Aku beruntung punya cewek seperti dia yang wajahnya sangat cantik (pernah dia ditawarin untuk menjadi model), segala yang diidamkan pria melekat pada dia. Kulitnya yang putih, hidung bangir, matanya yang indah dan bening, rambut ikal serta tubuhnya yang padat.. Aku juga nggak tahu kenapa ibu kost menerimaku untuk nge-kost dirumahnya padahal yang kost di rumahnya adalah cewek semua. Mungkin karena ngeliat tampangku seperti orang baik-baik kali ya (hehehe)...
Pada awal kami berpacaran, Cindy termasuk pelit untuk urusan mesra-mesraan. Jangankan untuk berciuman, minta pegang tangannya saja susahnya minta ampun! Padahal aku termasuk orang yang hypersex, dan aku sering kali melakukan onani untuk melampiaskan nafsu seksku, hingga sekarang. Aku bisa melakukan onani sampai tiga kali sehari. Setiap kali fantasi dan gairah seksku datang, pasti kulakukan kebiasaan jelekku itu. Entah dikamar mandi menggunakan sabun, sambil nonton VCD porno dan seringnya sambil tiduran telungkup di atas kasur sambil kugesek-gesekkan penisku. Aku merasakan nikmat setiap orgasme onani. Back to story, sejak aku dan Cindy resmi jadian, baru dua minggu kemudian dia mau kucium pipinya. Itu pun setelah melalui perdebatan yang panjang, akhirnya ia mau juga kucium pipinya yang mulus itu, dan aku selalu ingin merasakan dan mengecup lagi sejak saat itu.
Hingga pada suatu malam, ketika waktu menunjukkan pukul setengah sepuluh, aku, Cindy dan Desi (anak kost yang lain) masih asyik menonton TV di ruang tengah. Sementara ibu kostku serta 3 anak kost yang lain sudah pergi tidur. Kami bertiga duduk diatas permadani yang terhampar di ruang tengah. Desi duduk di depan sementara aku dan Cindy duduk agak jauh dibelakangnya. Lampu neon yang menyinari ruangan selalu kami matikan kalau sedang menonton TV. Biar tidak silau kena mata maksudnya. Atau mungkin juga demi menghemat listrik. Yang jelas, cahaya dari TV agak begitu samar dan remang-remang. Desi masih asyik menonton dan Cindy yang disampingku saat itu hanya mengenakan kaos ketat dan rok mini matanya masih konsen menonton film tersebut. Sesekali saat pandangan Desi tertuju pada TV, tanganku iseng-iseng memeluk pinggang Cindy. Entah Cindy terlalu memperhatikan film hingga tangannya tidak menepis saat tanganku memeluk tubuhnya yang padat. Dia malah memegang rambutku, dan membiarkan kepalaku bersandar di pundaknya. Terkadang kalo pas iklan, Cindy pura-pura menepiskan tanganku agar perbuatanku tidak dilihat Desi. Dan saat film diputar lagi, kulingkarkan tanganku kembali.
"I love you, honey...." Bisikku di telinganya.
Cindy menoleh ke arahku dan tanpa sepengetahuan Desi, ia mendaratkan ciumannya ke pipiku. Oh my God, baru pertama kali aku dicium seorang cewek, tanpa aku minta pula. Situasi seperti ini tiba-tiba membuat pikiranku jadi ngeres apalagi saat Cindy meremas tanganku yang saat itu masih melingkar di pinggangnya, dan matanya yang sayu sekilas menoleh ke arah Desi yang masih nongkrong di depan TV. Aman, pikirku.Apalagi ditambah ruangan yang hanya mengandalkan dari cahaya Tv, maka sesekali tanganku meremas payudara Cindy. Cindy menggelinjang, sesekali menahan nafas. Lutut kanannya ditekuk, hingga saat tangan kiriku masuk ke dalam daster bagian bawah yang agak terbuka dari tadi, sama sekali tidak diketahui Desi. Mungkin ia konsen dengan film, atau mungkin juga ia sudah ngantuk karena kulihat dari tadi sesekali ia mengangguk seperti orang ketiduran.
Ciumanku kini sedikit menggelora, menelusuri leher Cindy yang putih mulus sementara tangan kiriku menggesek-gesekkan perlahan vagina Cindy yang masih terbungkus celana dalam. Ia mendesah dan mukanya mendongak ke atas saat kurasakan celana dalamnya mulai basah dan hangat. Mungkin ia merasakan kenikmatan, pikirku.Tanganku yang mulai basah oleh cairan vagina Cindy buru-buru kutarik dari dalam roknya, ketika tiba-tiba Desi bangkit dan melihat ke arah kami berdua. Kami bersikap seolah sedang konsen nonton juga.
"Aku ngantuk. Tidur duluan ya..... nih remote-nya!" ujar Desi sambil menyerahkan remote TV pada Cindy.
Desi kemudian masuk ke kamarnya dan mengunci pintu dari dalam. Aku yang tadi agak gugup, bersorak girang ketika Desi hanya pamitan mau tidur. Aku pikir dia setidaknya mengetahui perbuatanku dengan Cindy. Bisa mati aku. Cindy yang sejak tadi diam (mungkin karena gugup juga) matanya kini tertuju pada TV. Aku tahu dia juga pura-pura nonton, maka saat tubuhnya kupeluk dan bibirnya kucium dia malah membalas ciumanku.
"Kita jangan disini Say, nanti ketahuan...." Bisiknya diantara ciuman yang menggelora.
Segera kubimbing tangan Cindy bangkit, setelah mematikan TV dan mengunci kamar Cindy, kuajak dia ke kamar sebelah yang kosong. Disini tempatnya aman karena setiap yang akan masuk ke kamar ini harus lewat pintu belakang atau depan. Jalan kami berjingkat supaya orang lain yang telah tertidur tidak mendengar langkah-langkah kami atau ketika kami membuka dan menutup kunci dan pintu kamar tengah dengan perlahan.
Setelah kukunci dari dalam dan kunyalakan lampu kamar kuhampiri Cindy yang telah duduk di tepi ranjang.
"Aku cinta kamu, Cindy....." ujarku ketika aku telah duduk disampingnya.
Mata Cindy menatapku lekat.. Sejenak kulumat bibirnya perlahan dan Cindy pun membalas membuat lidah kami saling beradu. Nafas kami kembali makin memburu menahan rangsangan yang kian menggelora. Desahan bibirnya yang tipis makin mengundang birahi dan nafsuku. Kuturunkan ciumanku ke lehernya dan tangannya menarik rambutku. Nafasnya mendesah. Aku tahu dia sudah terangsang, lalu kulepaskan kaosnya. Payudaranya yang padat berisi ditutupi BH berwarna merah tua. Betapa putih kulitnya, mulus tak ada cacat. Kemudian bibir kami pun berciuman kembali sementara tanganku sibuk melepaskan tali pengikat BH, dan sesaat kemudian kedua payudaranya yang telah mengeras itu kini tanpa ditutupi kain sehelai pun.
Kuusap kedua putingnya, dan Cindy pun tersenyum manja.
"Ayo Yan, lakukanlah...." Ujarnya.
Tak kusia-siakan kesempatan ini, dan mulai kujilati payudaranya bergantian. Sementara tangan Cindy membantu tanganku melepaskan kemeja yang masih kukenakan. Kukecup putingnya hingga dadanya basah mengkilap. Betapa beruntungnya aku bisa menikmati semua yang ada ditubuhnya. Tangan kananku yang nakal mulai merambah turun masuk ke dalam roknya, dan kugesek-gesekkan pelan di bibir vaginanya. Cindy menggelinjang menahan nikmat, sesekali tangannya juga ikut digesek-gesekkan kesekitar vaginanya sendiri.
Bibirnya mendesah menahan kenikmatan. Matanya terpejam, Sebentar kemudian vaginanya mulai sedit basah. Dan kami pun mulai melepaskan celana kami masing-masing hingga tubuh kami benar-benar polos. Betapa indahnya tubuh Cindy, apalagi ketika kulihat vaginanya yang terselip diantara kedua selangkangannya yang putih mulus.
"Wah.. punyamu oke Cindy, Ok's banget..." ujarku terpana
Begitu mulus memang,ditambah dengan bulu-bulu lebat disekitar bagian sensitifnya.
"Burungmu juga besar dan bertenaga. Aku suka Yan...." Balasnya sambil tangannya mencubit pelan kemaluanku yang sudah tegak dari tadi.
"Come on Honey...." Pintanya menggoda.
Aku tahu Cindy sudah begitu terangsang maka kemudian kusuruh Cindy berbaring di atas kasur. Dan aku baringkan tubuhku terbalik, kepalaku berada di kakinya dan sebaliknya(posisi 69). Kucium ujung kakinya pelan dan kemudian ciumanku menuju hutan lebat yang ada diantara kedua selangkangannya. Kukecup pelan bibir vaginanya yang sudah basah, kujilat klitorisnya sementara mulut Cindy sibuk mengocok-ngocok kemaluanku. Bibir vaginanya yang merah itu kulumat habis tak tersisa. Ehm, betapa nikmatnya punyamu Cindy, pikirku. Ciumanku terus menikmati klitoris Cindy, hingga sekitar vaginanya makin basah oleh cairan yang keluar dari vaginanya.
Kedua jari tanganku aku coba masukkan lubang vaginanya dan kurasakan nafas Cindy mendesah pelan ketika jariku kutekan keluar masuk.
"Ahh... nikmat Yannn...ahhhh..." erangnya.
Kugesek-gesekkan kedua jariku diantara bibir klitorisnya dan Cindy makin menahan nikmat. Selang 5 menit kemudian kuhentikan gesekkan tanganku, dan kulihat Cindy sedikit kecewa ketika aku menghentikan permainan jariku.
"Jangan sedih Say, aku masih punya permainan yang menarik, okay?"
"Oke. Sekarang aku yang mengatur permainan ya?" ujarnya.
Aku mengangguk.Jujur saja, aku lebih suka kalau cewek yang agresif.Cindy pun bangkit, dan sementara tubuhku masih terbaring di atas kasur.
"Aku di atas, kamu dibawah, okay? Tapi kamu jangan nusuk dulu ya Say?"
Tanpa menunggu jawabanku tubuh Cindy menindih tubuhku dan tangan kanannnya membimbing penisku yang telah berdiri tegak sejak tadi dan blessss.......ah,Cindy merasa bahagia saat seluruh penisku menembus vaginanya dan terus masuk dan masuk menuju lubang kenikmatan yang paling dalam. Dia mengoyang-goyangkan pantatnya dan sesekali gerakannya memutar, bergerak mundur maju membuat penisku yang tertanam bergerak bebas menikmati ruang dalam "gua"-nya.
Cindy mendesah setiap kali pantatnya turun naik, merasakan peraduan dua senjata yang telah terbenam di dalam surga.Tanganku meremas kedua payudara Cindy yang tadi terus menggelayut manja. Rambutnya dibiarkan tergerai diterpa angin dingin yang terselip diantara kehangatan malam yang kami rasakan saat ini. Kubiarkan Cindy terus menikmati permainan ini. Saat dia asyik dengan permainannya kulingkarkan tanganku dipinggangnya dan kuangkat badanku yang terbaring sejak tadi kemudian lidah kami pun beradu kembali.
"Andainya kita terus bersama seperti ini, betapa bahagianya hidupku ini Cindy " bisikku pelan
"Aku juga, dan ku berharap kita selalu bersama selamanya.."
Sepuluh menit berlalu, kulihat gesekan pinggang Cindy mulai lemah. Aku tahu kalau dia mulai kecapekan dan aku yang mengambil inisiatif serangan. Kutekan naik turun pinggangku, sementara Cindy tetap bertahan diam. Dan suara cep-clep-clep... setiap kali penisku keluar masuk vaginanya.
"Ahh terusss Yannnnn....terusss...nikmattttt...ahh...ahhhh...." hanya kalimat itu yang keluar dari mulut Cindy, dan aku pun makin menggencarkan seranganku.
Ingin kulibas habis semua yang ada dalam vaginanya. Suara ranjang berderit, menambah hot permainan yang sedang kami lakukan. Kutarik tubuh Cindy tanpa melepaskan penisku yang sedang berlabuh dalam vaginanya dan kusuruh dia berdiri agar kami melakukan gerakan sex sambil berdiri.
"Kamu punya banyak style ya say?" katanya menggoda.
"Iya dong, demi kepuasan kamu juga" jawabku sambil mulai menggesek-gesekan pebisku kembali.
"Ahh teruss...terusss......" desah Cindy ketika penisku berulang kali menerobos vaginanya.
Kupeluk tubuh Cindy erat sementara jari tangan kirinya membelai lembut bulu-bulu vaginanya, dan sesekali membantu penisku masuk kembali setiap kali terlepas. Keringat membasahi tubuh kami. Lehernya yang mulus kucium pelan, sementara nafas kami mulai berdegup kencang.
"Yan, keteteran nih, mau klimaks. Jangan curang dong...."
"Oke, tahan dulu Cindy" dan kucabut batang penisku yang telah basah sejak tadi.
Kusuruh Cindy nungging di ranjang, sementara tanganku mengarahkan penisku yang telah siap masuk kembali. Dan kumasukkan sedikit demi sedikit hingga penisku ambles semua ke dalam surga yang nikmat.
"Ah...tekan Yan...enaaaakkkkk...terusssss Yannn...." Erangnya manja setiap kali penisku menari-nari di dalam vaginanya.
Tanganku memegang pinggangnya agar gerakanku teratur dan penisku tidak terlepas,.
"Ohh...nikmat sekali Yan....teruss....terusss......" desahnya.
Betapa nikmatnya saat-saat seperti ini...dan terus kuulang sementara mulut kami mendesah merasakan kenikmatan yang teramat sangat setiap kali penisku mempermaikan vaginanya.
"Yan....aku mo keluar nih.....udah ngga tahan....ahhh....ahhhh...." ujar Cindy tiba-tiba.
"Tahan Cin, aku juga hampir sampai...." aku menekan-nekan penisku kian cepat,sehingga suara ranjang ikut berderit cepat.
Dan kurasakan otot-otot penisku mengejang keras dan cairan spermaku berkumpul dalam satu titik.
"Aku keluar sekarang Cin...." penisku kucabut dari lubang vaginanya dan Cindypun seketika membalikkan badan dan menjulurkan lidahnya, mengocok-ngocok batang penisku yang kemerahan dan saat kurasakan aku tak mampu menahan lagi kutaruh penisku diantara kedua belah payudaranya dan kedua tangan Cindy pun menggesek-gesekkan payudaranya yang menjepit batang kemaluanku dan....croott...crooottt... spermaku jatuh disekitar dada dan lehernya Sebagian tumpah diatas sprei. Cindy menjilati penisku membersihkan sisa-sisa spermaku yang masih ada.
"Kamu ternyata kuat juga Say, aku hampir tak berdaya dihadapanmu" kubelai rambut Cindy yang sudak acak-acakan tak karuan.
"Aku juga ngga nyangka kamu sehebat ini Yan...."desahnya manja.
Waktu sudah menunjukkan setengah satu malam Dan setelah kami istirahat sekitar lima belas menit, kami memakai pakaian kami kembali dan membereskan tempat tidur yang sudah berantakan. Dan tak lama kemudian kami pun pergi tidur dikamar masing-masing melepaskan rasa lelah setelah kami 'bermain" tadi.
Begitulah kisahku dengan Cindy, setiap hari kami selalu melakukannya setiap kali kami ingin dan ada kesempatan. Kami melakukannya di kamar sebelah kalau malam hari, kamar kostku, atau bahkan dikamar mandi (sambi mandi bareng disaat rumah kost kosong hanya ada kami berdua).
Hingga pada suatu hari Cindy harus pindah ke luar kota ikut kedua orang tuanya yang telah berbaikan lagi. Aku benar-benar kehilangan dia, dan ingin kuterus bersamanya. Pernah beberapa kali kususul ke tempatnya yang baru dan kami melakukannya berkali-kali di hotel tempat kami menginap. Tanggal 27 November 1998, tiba-tiba kuterima surat dari Cindy yang mengabarkan bahwa ia akan menikah dengan orang yang dipilihkan orang tuanya dan aku benar-benar kehilangan dia..... Sekarang, setiap kali aku melakukan masturbasi, fantasiku selalu melayang mengingat saat-saat terindah kami melakukan hubungan seks pertama kali dikamar sebelah itu. Ingin rasanya aku ulangi saat-saat indah itu...

Cewek Kostku Tersayang



Namaku adalah Iyo, usiaku 24 tahun,
aku tinggal sendiri di sebuah rumah yang cukup besar untuk aku tempati sendiri karena itu rumahku kujadikan tempat kost cewek.
Apalagi rumahku letaknya berdekatan dengan universitasku.

Aku menyeleksi semua cewek yang ingin kost di rumahku, mereka harus cantik, seksi dan gaul apalagi kalau wajahnya terlihat nakal, pasti langsung aku terima tinggal disini. Karena itu semua kamar terisi dengan cewek-cewek cantik. Itulah awal percintaanku dengan salah satu cewek kostku.

Yang aku incar adalah Nuke karena dia sangat cantik dan bodynya sangat seksi, wajahnya sangat sensual menurutku, aku jatuh hati saat pertama melihatnya karena itu aku melakukan segala macam cara agar bisa memilikinya, mengantar dia kuliah pakai mobil, membantu menyelesaikan tugas, ajak dia jalan, nonton, shopping, pokoknya kumanjakan dia.

Akhirnya usahaku tak sia-sia, Nuke mulai jatuh hati padaku. Hal itu terjadi saat kami berdua pulang dari menonton bioskop. Tingkah laku Nuke terlihat lain, biasanya dia suka bercanda sampai tertawa ngakak, malam itu di dalam mobil dia tampak pendiam dan sering menatap wajahku lalu tersenyum manis, sebenarnya aku tahu isi hatinya tapi aku pura-pura tidak tau.

"Kamu kenapa Say..? Sakit ya?", tanyaku sok perhatian.
"Oh.. Nggak kok Yang.. Nuke jadi suka aja ngelihat Yayang..", jawabnya polos.

Kemudian kami tersenyum dan terdiam lagi sampai di rumah. Pada waktu jalan dia menggandeng tanganku lembut sampai di kamarnya.

"Udah ya Say, sekarang tidur ya?", kataku sambil beranjak pergi menuju kamarku.
"Yang.. Kenapa ya Nuke kok jadi sayang sama Yayang.." ucapnya sambil memegang tanganku, matanya menatapku penuh harap.
"Ah.. Ngaco kamu, udah tidur sana!", jawabku sok cuek sambil berlalu.
"Yang..! Temani Nuke bentar ya..?", pintanya, aku hanya tersenyum lalu dia menggandengku masuk kamarnya. Setelah kamarnya kukunci, Nuke langsung memelukku.
"Nuke cinta Yayang..", katanya sambil mencium bibirku lembut.

Inilah yang kutunggu, aku membalas pelukannya sambil mencium bibir sensualnya. Lama kelamaan ciuman kami semakin panas, lidah kami saling beradu penuh gairah, tanganku sudah tak tahan ingin meremas buah dadanya yang montok dan kencang itu. Kusandarkan dia di balik pintu, lalu aku memasukkan tanganku ke dalam bajunya, buah dadanya terasa empuk dan lembut saat kuremas meski putingnya sudah mengeras. Nuke tampak sangat menikmati permainan ini, matanya terpejam sambil sekali-kali mendesah nikmat.

Ciumanku mulai turun ke leher jenjangnya, lidahku menyapu tiap jengkal lehernya, tampaknya dia sudah tak tahan lagi saat puting susunya kujilati sambil kugigit lembut, lalu roknya mulai kulepaskan perlahan, tanganku kini mulai meraba-raba gumpalan bulu halus tempiknya sambil terus menjilati susunya, jemariku terasa basah saat kugesek-gesekkan di luar tempiknya, lalu aku jongkok, salah satu kakinya kuangkat dan kusandarkan di bahuku agar aku lebih leluasa menciumi tempiknya, lidahku menyapu klitorisnya sambil sekali-kali kusedot gelambir tempiknya, kakinya terasa bergetar menahan geli nikmat rangsanganku. Cukup lama kurangsang tempiknya dengan mulut dan lidahku, sampai akhirnya tubuhnya bergetar hebat.

"Oh.. Yayang.. Nuke hampir.." bibirnya makin mendesah nggak karuan dan tangannya makin menenggelamkan mukaku ke tempiknya. Lalu terasa banyak cairan kental yang hangat mengalir dan membasahi mulutku, cukup banyak yang tertelan di mulutku. Tampaknya dia mengalami orgasme hebat.

Lalu aku berdiri sambil mengusap mulutku yang basah, Nuke menatapku sambil tersenyum nakal, tangannya melingkar manja di pinggangku, aku makin nafsu melihatnya lalu kugendong dia ke ranjangnya dan kurebahkan tubuhnya. Kulebarkan kedua kakinya lalu aku menindih tubuhnya, Nuke terlihat pasrah hingga membuatku makin bernafsu. Lalu sambil berciuman, kugoyang-goyangkan kontolku sambil kugesek-gesekkan di bibir tempiknya.

Batang kontolku terasa basah dan geli, lalu kuarahkan kontolku ke lubang tempiknya, kusodok pelan-pelan. Terasa sulit untuk memasukinya karena lubangnya sangat sempit, aku terus menggoyang-goyangkan pantatku, terasa nikmat saat helm kontolku masuk ke dalamnya.

"Achh.. Yayang, pelan-pelan.. Sakit yang.." Nuke menjerit tertahan menahan sakit saat kosodok-sodokkan kontolku lebih keras.

Aku memperlambat gerakanku, akhirnya kontolku masuk ke dalam tempiknya sedikit demi sedikit.

"Uhh.. Achh.." desahnya saat seluruh batang kontolku tenggelam, serasa seperti dipijat-pijat dan tersedot masuk ke dalam tempiknya.

Aku makin bernafsu melihat raut wajahnya yang mempesona, keringatku menetes membasahi tubuhnya, makin lama makin cepat sodokan kontolku di dalam tempiknya, suara desahan kami makin keras di kamarnya, tak peduli ada yang mendengar. Kutindih dan kupeluk Nuke sambil kujilati telinganya.

"Oh Yayang.. Nuke mau lagi.. Ahh..", rintihnya.
"Aku juga Say..", balasku.

Saat spermaku terasa menjalar di dalam urat kontolku, gerakanku semakin cepat, akhirnya kami berdua mengalami orgasme bersamaan, spermaku muncrat memenuhi tempiknya, pelukanku makin erat, gerakanku makin melambat, tapi tangan Nuke terus mendorong pantatku agar aku terus bergerak..

"Terus.. Nuke hampir.."

Lalu saat sodokanku kembali kupercepat, Nuke semakin keras meremas pantatku, pahanya makin erat menjepit pinggangku.

"Achh.. Achh..", desahnya saat dia mengalami orgasme kedua kalinya, terasa banyak cairan hangat membasahi kontolku, lalu gerakanku berhenti.

Kupeluk terus dia sambil mencium keningnya, kontolku masih tertanam di tempiknya sampai mengecil dengan sendirinya. Kemudian kulepas perlahan, terasa geli sekali dan kulihat ranjangnya telah basah oleh cairan kami berdua. Dan terlihat ada noda merah darah di ranjang itu, kutatap wajahnya, tak ada raut penyesalan di sana.

"Nuke udah nggak perawan lagi Yang.. Jangan tinggalin Nuke ya..", pintanya padaku.
"Nggak mungkin aku tinggalin kamu Say, aku cinta kau..", batinku. Lalu kami berdua tidur sambil berpelukan, aku bermimpi indah sampai pagi tiba..

Tak terasa matahari sudah terbit, hari sudah mulai siang, dan kulihat Nuke masih tidur pulas di sampingku sambil memelukku. Wajahnya tampak mempesona dan cantik sekali pagi itu. Aku sangat beruntung bisa memilikinya. Lalu kukecup lembut keningnya. Aku tak mau membangunkannya, jadi kutunggu saja sampai dia terbangun. Akhirnya tidak berapa lama Nuke terbangun dan menggeliat, kemudian dia menatapku.

"Met pagi Say..", katanya manja sambil menciumku.
"Ihh bauu.. Sana mandi dulu..", jawabku bercanda.
"Gak mau kalau nggak Yayang mandiin", balasnya genit.

Lalu kugendong dia ke kamar mandi di dalam kamarnya. Lalu kami berdua mandi bersama. Saat kusiram tubuhnya dengan air dingin, Nuke tampak menggigil dan memelukku lagi.

"Yayang.. Dingin nih.. Ntar aja mandinya ya..", pintanya manja.

Lalu dia mulai merangsangku lagi, puting susuku dijilati dan tangannya mulai nakal meremas kontolku yang masih tidur. Lidahnya berputar-putar mengelilingi puting susuku, rasanya benar-benar nikmat sekali. Makin lama kontolku mulai tegak lagi karena tak tahan menahan rangsangannya. Ketika tanganku ingin meremas buah dadanya, Nuke langsung menepisnya..

"Nggak boleh.. Aku mau puasin Yayang dulu..". katanya.

Lalu ciumannya perlahan mulai turun ke perut dan pinggangku, benar-benar geli dan nikmat sekali. Aku cuma bersandar di dinding menikmati rangsangannya. Lama kelamaan bibirnya mulai turun kearah kontolku, perlahan dijilatinya mulai pangkal sampai helmnya. Aku benar-benar dimanja oleh sentuhannya yang begitu lembut. Sekali-kali matanya menatapku nakal, aku benar-benar tak tahan dibuatnya. Kontolku terus dikulum sambil dikocok perlahan.

"Ahh udah say.. Sini gantian..", bisikku lirih.

Lalu kubalikkan badannya membelakangiku dan aku jongkok di belakangnya, langsung saja kujilati vaginanya, baunya begitu harum khas wanita, kujilati perlahan sambil sesekali lidahku masuk ke dalamnya. Nuke mulai mendesah..

"Oh.. Yayang..", aku semakin bersemangat merangsang klitorisnya, tanganku juga meremas pantatnya yang membulat bersih. Lalu jilatanku mulai naik ke lubang pantatnya..

"Ihh geli Yang..", desahnya sambil tertawa kecil, jemariku kini mulai kumasukkan ke dalam vaginanya dan kuputar perlahan sehingga menimbulkan sensasi pada tubuhnya. Getaran kakinya mulai terasa dan desahnya mulai tidak karuan.

"Oohh.. Achh", lalu aku berdiri dan kontolku kini mulai kugesek-gesekkan di bibir vaginanya. Kumasukkan perlahan dan kugoyangkan pelan-pelan, kami sangat menikmati permainan yang lembut ini.

Akhirnya kontolku benar-benar terbenam seluruhnya di dalam vaginanya, tanganku terus meremas-remas pantatnya. Nukepun juga ikut bergerak maju mundur seirama dengan gerakanku. Lalu saat gerakan kupercepat, Nuke tampak sudah tak tahan menghadapi gempuranku, tubuhnya mulai bergetar dan desahnya makin keras di dalam kamar mandi. Orgasmenya mulai mengalir membasahi kontolku, begitu basah dan hangat terasa, lalu kurasakan spermaku mulai mengalir di dalam batang kontolku dan gerakanku makin cepat menyodok tempiknya. Akhirnya sperma telah berada di ujung kontolku dan ketika akan kutarik keluar, Nuke menahannya..

"Yayang, dikeluarin di dalam saja.."

Akhirnya aku tak jadi menarik kontolku dan melanjutkan sodokanku, lalu spermaku muncrat membasahi vaginanya. Mataku terpejam menikmati orgasme yang begitu hebat itu. Akhirnya saat permainan telah selesai, kupeluk dan kukecup lembut keningnya, lalu kami berdua meneruskan mandi sambil saling membasuh tubuh dan bercanda.

I love u Honey..

E N D